THE REAL DIARY OF A TIME TRAVELER

CHAPTER 5: SECRET IDENTITY - 6.Gembong Narkoba


S
eorang pemuda kerempeng berjalan dengan agak tergesa-gesa diantara kerumunan orang-orang yang memadati pasar siang itu. “Bang….Bang Rojak.., ade nyang nyariin ntu…” ujar pemuda itu pada seseorang berperawakan tinggi besar yang sedang bemain judi di salah satu sudut pasar.
Si Rojak dan Si jali ini walaupun udah jadi Bandar tapi nggak sombong nggak lupa ama asal-usulnya sebagai preman pasar itu, mereka masih sering mengunjungi pasar itu buat sesekali bernostalgia dengan cara malakin orang atau bermain judi sama preman-preman lain yang sering gentayangan di daerah sekitar pasar itu.
          “Siape..??!!! kagak tau gue lagi asik maen nih..!!!” hardik Rojak.
Pemuda kerempeng itu rada ngeper juga ama Si Rojak yang bodi dan tampangnya kayak gorilla itu “Tau tuh Bang…, tapi aye perhatiin tuh orang kayaknya borju banget Bang..”
Jangan-jangan mo beli barang, pikir Rojak
“Mane tu orang.., anterin gue…”
Lalu pemuda kerempeng itu mengantarkan Rojak, mereka berjalan melewati kerumunan orang di pasar yang lagi Ramai-Ramainya.
“Oh ye.., Bang…, ngomong-ngomong Bang Jali mane…kok kagak keliatan dari tadi..”
“Lagi ngurusin bisnis..udah deh mo tau aja lo, gue kepret lo lama-lama..” jawabnya singkat.
Pemuda itu cuma cengengesan 

Sesampainya di depan pasar Rojak kaget ngeliat ada Limousine mewah berwarna hitam yang panjangnya sepuluh meteran lagi nangkring di depan pasar. Banyak pembeli dan penjual di pasar itu yang pada melongo ngeliatin sedan semewah itu bisa nyasar ke pasar.
Dua orang berpakaian jas hitam dan memakai kaca mata hitam berjalan menghampiri si Rojak.
“Anda Saudara Rojak..?” tanya salah satu orang berjas hitam itu.
“Betul..ade perlu apaan ye..” tanya Rojak penasaran.
“Mari..silahkan ikut sebentar.., Bos kami ingin bertemu dengan anda..” kedua orang itu mengantarkan Rojak ke sedan Limousine itu dan mempersilahkan Rojak untuk masuk.
Buseeettt…, nih orang pasti tajir banget…pikir Rojak ketika memasuki sedan mewah itu.
Ketika Rojak sudah duduk kedua orang berjas hitam tadi duduk mengapit kanan kiri Rojak lalu sedan itu pun mulai berjalan meninggalkan pasar tadi.
Di hadapan Rojak ada seorang pemuda berpenampilan keren berambut gondrong dengan rambut diikat rapi yang sedang diapit oleh dua cewek cantik berpakaian seksi yang kayaknya masih remaja.
Walaupun masih keliatan muda tapi Pemuda keren yang memakai jas putih itu terlihat sangat berwibawa.
“Hahaha..nggak usah tegang gitu santai aja…, silahkan diminum dulu..” ujar Pemuda itu kepada Rojak.
          Di hadapan Rojak ada sebuah meja bundar berukuran kecil, diatasnya banyak tersedia berbagai minuman keras kelas tinggi yang harganya sangat mahal. Suasana di dalam sedan itu mirip dengan ruang tamu kecil, ada dua kursi empuk yang saling berhadapan dan di tengahnya terdapat meja kecil dari kaca, di pojokan ruang itu terdapat lemari es berukuran kecil ada juga televisi datar berukuran kecil yang bisa dilipat yang menempel di bagian atas ruangan itu. IRama musik klasik mengalun mengiringi perjalanan mereka.
Rojak menuangkan segelas champagne, soalnya doi kan belon pernah ngerasain minuman keras kelas tinggi itu, paling-paling biasanya minum bir kalau nggak arak. Pemuda itu cuma tersenyum ketika Rojak sampe merem melek menikmati Champagne itu.

          Pemuda itu menawarkan rokok pada Rojak dan sekalian menyalakan apinya buat Rojak, lalu setelah kedua cewek yang mengapitnya menyalakan rokok untuknya, pemuda itu tersenyum pada Rojak “Saya ini orangnya suka langsung to the point, saya dengar anda menyediakan barang dalam jumlah besar, pertanyaan saya adalah berapa besar..??”
Rojak kurang gitu ngeh “He..apaan..??” tanya Rojak pada pemuda itu yang walaupun berbahasa Indonesia tapi masih memiliki aksen bule yang kental, sepertinya pemuda ini orang campuran, indo.
“Berapa besar jumlah barang yang anda mampu sediakan..??” tanya pemuda itu sekali lagi.
Rojak yang menyadari kalau yang duduk di hadapannya ini pastilah orang yang sangat kaya dan kemungkinan ingin membeli barang dalam jumlah besar langsung senang, wahhh.., gue bisa untung banyak nih, kalau orang ini mo ngeborong semua stok gue.
“Emangnya situ mo beli berape banyak…?” tanya Rojak
“Jawab pertanyaan saya dulu…, Berapa besar jumlah barang yang anda mampu sediakan..??” tanya pemuda itu sekal lagi.
Rojak terdiam sebentar “Paling banyak gue bisa nyediain ampe seratus kilo..!!”
Pemuda itu langsung tersenyum sinis sambil menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berbicara lewat intercom di samping kursinya
“Sopir..!!hentikan kendaraannya..!!”
Nggak berapa lama Sopir yang berada di ruangan depan-yang dipisahkan dengan ruangan belakang-tempat Rojak dan pemuda itu berada-oleh kaca hitam kedap suara, langsung menghentikan sedan mewah itu.  
Rojak jadi kebingungan sendiri
“Lho kok…??!!”
“Lemparkan orang ini keluar mobil..!!!” perintah pemuda itu pada kedua bodyguardnya yang sedang duduk mengapit Rojak.
“Lho…emangnya gue salah ngomong ye…??!!” protes Rojak ketika dua orang bodyguard itu memegang kedua lengan Rojak.
Pemuda itu tertawa sinis “Tidak..tidak.., kamu tidak salah bicara, Cuma saja saya paling malas berbicara dengan orang yang tidak bisa memenuhi keinginan saya…”
Rojak berpikir cepat, jangan-jangan…ini soal jumlah stok barang tadi, pasti orang ini mo mesen dalam jumlah yang lebih banyak lagi…
“Tu..tunggu dulu…gue bisa ngenalin situ ke bos gue…” ujar Rojak.
“Bos..?”
“Iye…, bos gue bisa nyediain barang dalam jumlah besar, situ minta berapa aja deh pasti bos bisa nyediain…” ujar Rojak berusaha meyakinkan. Doi nggak mo kesempatan ini lewat gitu aja, kalau nggak bisa rugi dia.
“Apa bos kamu bisa menyediakan barang itu dengan hitungan ton..??!!” tanya pemuda itu. “Tepatnya delapan puluh ton..!!!”
Buseeettt…., banyak banget…!!! Nih orang pasti mo jadi Bandar juga…, pikir Rojak.
Rojak mengangguk cepat “Bisa..bisa…..!!” doi yakin bosnya pasti bisa nyediain barang sejumlah itu.
          Pemuda itu terdiam sejenak, lalu menyuruh bodyguardnya untuk menutup pintu mobil dan menyuruh sopirnya untuk jalan lagi. Rojak bernafas lega, akhirnya dia bisa meyakinkan orang ini. Dia udah ngebayangin, bosnya pasti bakalan ngasih dia persenan ampe puluhan bahkan mungkin ratusan juta kalau proyek ini berhasil.
          Lalu setelah meninggalkan nomor Palmphone -nya pada pemuda borju itu, Rojak pun turun dari sedan mewah itu dengan perasaan senang karena udah ngebayangin bakalan dapat untung besar. Rojak dan orang itu membuat perjanjian, kalau doi akan menghubungi Bosnya dulu untuk ngomongin tentang hal ini. Lalu dua hari kemudian orang itu akan menghubungi Palmphone Rojak untuk menanyakan hasilnya. Bila kedua pihak setuju, Rojak akan berusaha mempertemukan bosnya dan orang itu di waktu dan tempat yang akan ditentukan nanti.
Sementara itu, di dalam sedan Limousine mewah yang kini sedang melaju di tengah jalan itu, Dewa si pemuda gondrong yang tajir itu, bersama Febby, Putri, Peter dan Shaden yang tadi menyamar sebagai cewek penghibur dan bodyguard, serta tak lupa Sisca yang berperan sebagai sopir. Mereka semua pada lagi ngakak habis-habisan dan ber-give me five.

          Dua hari kemudian, Dewa menghubungi Palmphone milik Rojak melalui telepon umum kuno yang masih pakai koin yang masih ada di pinggir jalan, karena doi takut kalau make telepon rumah atau Palmphone miliknya nomornya nanti bisa dilacak. Ternyata menurut Rojak, bos-nya sanggup memenuhi jumlah yang diminta Dewa asal siapkan saja uang sejumlah seratus juta Dollar, bos-nya itu meminta untuk bertemu dengan Dewa malam ini juga tepat pada pukul sebelas malam untuk mengadakan transaksi di salah satu pergudangan bekas di pinggir pelabuhan, pokoknya kalau ada uang barangnya boleh langsung dibawa pulang, jelas Rojak kepada Dewa. 
          Malamnya tepat pukul sebelas malam, Dewa cs memasuki salah satu pergudangan bekas di pinggiran pelabuhan itu dengan Limousine mewahnya, di dalam gudang yang sebesar seperempat kali lapangan bola itu Dewa cs melihat beberapa tumpukan kontainer, di depan masing-masing kontainer itu berdiri berderet beberapa puluh orang bodyguard dengan tampang angker, dari balik baju mereka Dewa melihat Pistol genggam.
Berarti Bos ini orangnya professional banget, pikir Dewa cs.
Di ujung gudang itu ada kantor bekas dan di depan kantor itu sudah disiapkan meja dan kursi untuk mengadakan transaksi.
Setelah menghentikan limousinenya tepat di depan meja itu, Dewa yang memakai setelan jas putih dan kaca mata hitam turun dari Limousine-nya ditemani dua “bodyguard” dan dua “cewek penghiburnya”.
          Dewa yang baru aja turun langsung disambut dengan Ramah oleh Rojak dan Jali, mereka mengajak Dewa melihat-lihat barangnya yang sudah tersimpan rapih di dalam beberapa kontainer. Dewa melihat-lihat semua barang yang ditunjukkan padanya itu sambil mengangguk-ngangguk dan sesekali tersenyum. Lagunya udah mirip banget ama gembong mafia.
          Lalu kedua Bandar ini mempersilahkan Dewa untuk duduk. Dewa meletakkan tas koper alumuniumnya diatas meja, doi membukanya di hadapan Rojak dan Jali. Isi koper itu adalah tumpukan uang Dollar sejumlah seratus juta. Kedua Bandar ini sampe ngiler ngeliatin tumpukan uang itu.
          Lalu Rojak dan Jali meninggalkan Dewa sebentar menuju ke arah kantor bekas yang berada tak jauh dari meja tempat Dewa duduk. Tak lama kemudian mereka berdua keluar dari kantor itu, mengiringi seseorang bertubuh gendut yang berpakaian setelan jas mewah. Sepertinya dia adalah Bos yang dimaksud oleh Rojak. Karena lampu gudang yang agak temaram, Dewa kurang bisa melihat dengan jelas siapa orang itu.

          Ketika Bapak-bapak bertubuh tambun itu duduk di hadapannya, Dewa langsung terkejut, begitu juga dengan si gendut itu. Keduanya saling menatap tak percaya…
“Om..om..Handoko…??!!!” ujar Dewa sambil membuka kacamata hitamnya.
“De..Dewa…??!!” ujar Om Handoko.
Dewa sama sekali tidak mempercayai penglihatannya sendiri Om Handoko yang dikenalnya dulu sebagai sosok Bisnisman yang selalu ulet dalam pekerjaannya itu ternyata seorang Bandar narkoba, tapi yang membuat Dewa lebih Shock lagi, adalah kenyataannya Om Handoko adalah Bokap-nya Dhany…!!!!
Melihat reaksi kedua orang yang tampaknya sudah saling kenal ini, semua orang yang berada di dalam gudang itu agak terkejut juga, mereka semua heran.
“Ja..jadi Om..ini Bandar Narkoba..ya..??!!” ujar Dewa tak percaya.
“Ka..kamu juga ya Wa..??!” tanya Om Handoko tak kalah terkejutnya.
Mungkin karena tak kuasa lagi menahan emosinya, Dewa langsung mengeluarkan semua isi perasaannya saat itu juga.
          “Om..tuh tega ya..!!!” seru Dewa dengan nada tinggi sambil mengacung-ngacungkan telunjuknya kepada Om Handoko.
“Lho..a..ada apa ini..??!!” tanya Rojak dan Jali kebingungan.
           Tak urung juga puluhan Bodyguard yang merasa mungkin ada bahaya yang mengancam keselamatan bosnya itu, setelah melihat Dewa membentak bosnya. Langsung berkumpul di sekitar Om Handoko dan Dewa cs sambil mengacungkan seluruh senjata mereka pada Dewa cs.
Temen-temen Dewa yang merasa kalau identitas mereka sudah ketahuan karena kebetulan Dewa kenal dengan Om Handoko yang sebenernya adalah Bokapnya Dhany itu, langsung bersiaga bersiap-siap untuk duel.

          Om Handoko yang dibentak gitu tak urung kaget juga, doi nggak ngerti apa maksud perkataan Dewa tadi. Bukankah Dewa juga berbisnis narkoba, lalu kenapa sih Dewa sampe marah-marah gitu…..
“Apa maksudmu Dewa…, Om nggak ngerti..” tanya Om Handoko setelah menyuruh semua Bodyguardnya untuk menurunkan senjata mereka.
Dewa tersenyum sinis “Om pikir saya kesini ini mo beli narkoba kan..??!! bukan om..!! bukan..!!! saya dan teman-teman saya datang kesini justru untuk membuka kedok gembong narkoba yang udah banyak ngerusak generasi muda seperti saya dan teman-teman saya,…!!”
          Om Handoko kontan aja terkejut.
“Kenapa om..?? kaget..?? harusnya saya yang kaget Om..!!” Dewa berjalan mendekati Om Handoko, kontan aja seluruh Bodyguardnya langsung mengacungkan senjata mereka ke arah Dewa. Tapi Dewa tidak memperdulikannya dan terus melangkah maju mendekati Om Handoko sambil terus nyerocos
“Harusnya saya yang kaget om…!!! Saya sudah ngebayangin kalau gembong narkoba yang saya cari adalah orang lain…, ternyata…justru gembong narkobanya adalah Om Handoko…!!! Orang yang sudah saya kenal lama sebagai teman Papi…!!! Dan orang yang sudah saya kenal lama sebagai BAPAKNYA DHANY…!!!!”
          Mendengar omelan Dewa tadi, otomatis Peter, Shaden, Putri dan Febby yang berada di samping Dewa dan Sisca yang berada di dalam mobil, langsung mendelik nggak percaya.
“Ba…ba..bapaknya Dhany…??!!!” seru mereka tak percaya.
“Ja..jadi kalian ini juga temen-temennya Dhany..??!” tunjuk Om Handoko ke arah teman-temannya Dewa.
Dewa langsung mengiyakan dengan lantang “Iya Om..!!! sayang sekali Dhany nggak tau apa-apa soal ini…, coba bayangin kalau dia tau Om..!!”
Dewa mendengus kesal “Pokoknya saya akan melaporkan Om pada Polisi..!!” ancamnya.

“Tunggu dulu Dewa.., kamu ini adalah anak dari teman baik om…, om rasa kita bisa bicarakan ini baik-baik..” bujuk Om Handoko.
“Nggak bisa om..!!! saya akan tetap melaporkan Om pada polisi..!!” tegas Dewa.
Om Handoko menunduk lalu menarik nafas panjang, doi menatap Dewa dengan tajam,
“Kalau gitu maafkan Om…, kamu membuat om tidak punya pilihan lain. Om terpaksa harus menutup mulutmu untuk selama-lamanya…” bersamaan dengan itu Om Handoko memberi isyarat pada Bodyguardnya untuk bersiap-siap menembak Dewa dan teman-temannya.
Dewa cs bukannya takut, malah tersenyum sinis. Bagi mereka peluru sama sekali bukan masalah, mereka menganggap peluru itu bagaikan seekor semut kecil. Mereka pernah bertarung melawan Dhany yang lagi kalap. Dan itu sama saja bertarung dengan seekor dinosaurus raksasa.

          Dewa menatap Om Handoko sambil menggeleng-gelengkan kepalanya “Jangan om…, saya nggak mau om menjadi pembunuh….”
“Maafkan om Dewa…, om terpaksa harus melakukannya..” ujar Om Handoko dengan nada berat.
Dewa menarik nafas panjang “Om, tau nggak…, anak om satu-satunya, Dhany. Dia sekarang ini sudah kecanduan narkoba yang dijual anak buah om kepadanya.”
Mendengar nama anaknya itu, Om Handoko langsung lemas..”Dha..Dhany..??”
Dewa mengangguk “ Betul om…, kalau Dhany terus masih memakai narkoba, nggak lama lagi nyawanya nggak akan tertolong lagi..”

          Om Handoko langsung terduduk lemas di kursinya, dia nggak menyangka sama sekali kalau Dhany bisa menjadi pecandu narkoba. Memang sih, baru belakangan ini Om Handoko mencoba-coba bisnis obat terlarang ini. Karena tergiur dengan keuntungan yang bisa diraupnya. Tapi om Handoko nggak menyangka kalau narkoba yang dijualnya justru dibeli dan dipakai oleh Dhany, anaknya sendiri. Walaupun Dhany cuma anak hasil adopsinya enam belas tahun yang lalu, tapi Om Handoko sangat sayang pada Dhany.
Om Handoko sama sekali nggak tau tentang masalah Dhany tersebut, soalnya Om Handoko selalu berpergian ke luar negeri untuk mengurus bisnis-bisnisnya, sedangkan istrinya selalu berfoya-fota belanja dan berjalan-jalan diluar negeri. Mereka berdua hampir tidak pernah ada di rumah. Dhany selama ini ditinggalkan sendiri dengan segala fasilitas lengkap, Om Handoko pikir itu semua cukup untuk memenuhi kebutuhan Dhany.
          Tapi akhirnya dia sadar, selama ini dia dan istrinya tidak pernah memperhatikan Dhany. Bahkan Dhany memakai narkoba saja dia nggak tau sama sekali. Coba saja kalau misalnya dia selalu ada di rumah memperhatikan Dhany, maka kemungkinan hal ini tidak akan terjadi.

          “Om Handoko…” ujar Dewa lembut sambil menyentuh bahu, Om Handoko yang saat ini sedang terduduk lemas di kursinya sambil menggeleng-gelengkan kepalanya penuh penyesalan. Setitik air mata membasahi kelopak mata seorang Ayah ini.
          “Saya cuma minta satu hal saja dari om.., tolong hentikan semua ini om…, tolong hentikan.., ingat om, yang menjadi korban bukan cuma Dhany saja tapi masih banyak lagi, jadi tolong hentikan semua ini om..tolong hentikan..paling nggak demi Dhany…demi anak om sendiri” suara Dewa terdengar bergetar menahan perasaannya.
Putri, Febby dan Sisca sampe ikut-ikutan terharu melihat semua itu.



Dewa menghela nafasnya, lalu berbalik menuju ke arah Limousinenya
“Ayo kita pulang…” ujar Dewa pada teman-temannya.
          Shaden mencolek bahu Dewa sambil berbisik “Wa…, nggak papa tuh??, dia bakalan dengerin kata-kata lo nggak??!!, gimana kalau dianya masih tetep ngejual drugs??”
Dewa menepuk bahu Shaden sambil tersenyum “Percaya deh…dia pasti akan berhenti menjual narkoba, paling nggak demi Dhany..”

          Lalu Limousine Dewa meninggalkan gudang itu, diiringi tatapan mata Om Handoko yang kini kemerahan karena tangisnya tadi. Ya…., tangis penyesalan, tangis kasih sayang seorang bapak kepada anaknya.
*****
          Dua hari lemudian Dewa melihat berita di televisi. Seorang gembong narkoba bernama Handoko menyerahkan dirinya ke polisi untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya selama ini. Menurut pihak kepolisian, sebenarnya untuk penjual narkoba dengan jumlah yang besar bisa dijatuhi hukuman mati. Tapi karena bapaknya Dhany ini menyerahkan diri dengan sukarela, maka kemungkinan dia cuma dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau bisa juga hukuman kurungan selama enampuluh tahun.

Dewa yang melihat berita itu, tidak menyangka Om Handoko akan menyerahkan dirinya ke polisi. Dia Cuma berharap Om Handoko tidak menjual narkoba lagi. Sungguh tak disangka Om Handoko justru berbuat ini.
Dewa Cuma bisa menghela nafas lega…, akhirnya satu dari sekian banyak gembong narkoba menyerahkan dirinya. Setidaknya jumlah pasokan narkoba berkurang, walaupun tidak banyak.

Coba ya kalau semua penjual narkoba mo insaf seperti Om Handoko, pikir Dewa sambil tersenyum.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar