THE REAL DIARY OF A TIME TRAVELER

SEKILAS FISIKA KUANTUM 1

HOLOGRAPHIC UNIVERSE (ALAM SEMESTA HOLOGRAM)

By Michael Talbot


           
         Masih banyak mayoritas masyarakat dunia yang belum mengetahui, bahkan walaupun misalnya kamu adalah seseorang yang sering membaca jurnal ilmiah sekalipun, bahwa sudah sejak seratus tahun yang lalu para imuwan fisika kuantum melakukan berbagai macam penelitan dan mengembangkan berbagai macam teori yang akhirnya pada tahun 1982 terjadi  suatu peristiwa yang  paling menentukan.

         Di Universitas Paris, sebuah tim peneliti dipimpin oleh Alain Aspect melakukan suatu eksperimen yang mungkin merupakan eksperimen yang paling penting di abad ke-20. Kamu mungkin tidak pernah mendengar nama Aspect, sekalipun sementara orang merasa temuannya itu mungkin akan mengubah wajah sains selamanya. Aspect bersama timnya menemukan bahwa dalam lingkungan tertentu partikel-partikel subatomik, seperti elektron, mampu berkomunikasi dengan seketika satu sama lain tanpa tergantung pada jarak yang  memisahkan  mereka. Tidak ada bedanya apakah mereka terpisah 10 kaki atau 10 milyar km satu sama lain.

           Entah bagaimana, tampaknya setiap partikel selalu tahu apa yang dilakukan oleh  partikel lain. Masalah yang ditampilkan oleh temuan ini adalah bahwa hal itu melanggar prinsip Einstein yang telah lama dipegang, yakni bahwa tidak ada komunikasi yang mampu berjalan lebih cepat daripada kecepatan cahaya. Oleh karena berjalan melebihi kecepatan cahaya berarti menembus dinding waktu, maka prospek yang menakutkan ini menyebabkan sementara ilmuwan fisika  mencoba menyusun  teori  yang dapat menjelaskan temuan Aspect. Namun hal itu juga mengilhami sementara ilmuwan lain untuk menyusun teori yang lebih radikal lagi.

Pakar fisika teoretik dari Universitas London, David Bohm, misalnya, yakin bahwa  temuan Aspect menyiratkan bahwa realitas obyektif itu tidak ada; bahwa sekalipun tampaknya pejal (solid/padat), alam semesta ini pada dasarnya merupakan khayalan, suatu hologram raksasa yang terperinci secara sempurna.

         Untuk memahami mengapa Bohm sampai membuat pernyataan yang mengejutkan ini, pertama-tama kita harus memahami sedikit tentang hologram. Sebuah hologram adalah suatu  potret tiga dimensional yang dibuat dengan sinar laser. Untuk membuat hologram, obyek yang akan difoto mula-mula disinari dengan suatu sinar laser. Lalu sinar laser kedua yang dipantulkan dari sinar pertama ditujukan pula kepada obyek tersebut, dan pola interferensi yang terjadi (bidang tempat kedua sinar laser itu bercampur) direkam dalam sebuah pelat foto.

         Ketika pelat itu dicuci, gambar terlihat sebagai pusaran-pusaran garis-garis terang dan  gelap. Tetapi ketika foto itu disoroti oleh sebuah sinar laser lagi, muncullah gambar tiga  dimensional dari obyek semula di situ.

         Sifat tiga dimensi dari gambar seperti itu bukan satu-satunya sifat yang menarik dari  hologram. Jika hologram sebuah bunga dibelah dua dan disoroti oleh sebuah sinar laser,  masing-masing  belahan  itu  ternyata  masih mengandung gambar mawar itu secara lengkap (tetapi lebih kecil).

         Bahkan, jika belahan itu dibelah  lagi, masing-masing potongan foto itu ternyata selalu mengandung gambar semula yang lengkap sekalipun lebih kecil. Berbeda dengan foto yang  biasa, setiap bagian sebuah hologram mengandung semua informasi yang ada pada hologram secara keseluruhan.


         Sifat "keseluruhan di dalam setiap bagian" dari sebuah  hologram, memberikan kepada kita suatu cara pemahaman yang sama sekali baru terhadap organisasi dan order. Selama sebagian besar sejarahnya, sains Barat bekerja di bawah prinsip yang bias, yakni bahwa cara terbaik untuk memahami fenomena fisikal --baik seekor katak atau sebuah atom, adalah dengan memotong-motongnya  dan  meneliti bagian-bagiannya.

         Sebuah hologram mengajarkan bahwa beberapa hal dari alam semesta ini mungkin tidak akan terungkap dengan pendekatan itu. Jika kita mencoba menguraikan sesuatu yang tersusun secara holografik, kita tidak akan mendapatkan bagian-bagian yang membentuknya, melainkan kita akan mendapatkan keutuhan yang lebih kecil.

         Pencerahan ini menuntun Bohm untuk memahami secara lain temuan Aspect. Bohm   yakin bahwa alasan  mengapa partikel-partikel subatomik mampu berhubungan satu sama lain tanpa terpengaruh oleh jarak yang memisahkan mereka adalah bukan karena mereka mengirimkan isyarat misterius bolak-balik  di antara  satu  sama lain,  melainkan  oleh  karena  keterpisahan mereka adalah ilusi. Bohm berkilah, bahwa  pada  suatu  tingkat realitas  yang  lebih dalam, partikel-partikel seperti itu bukanlah entitas-entitas individual, melainkan  merupakan perpanjangan dari “Sesuatu” yang Esa (tunggal) dan Fundamental (mendasar).

         Agar khalayak lebih mudah membayangkan apa yang dimaksudkannya, Bohm memberikan ilustrasi berikut:

         Bayangkan sebuah akuarium yang mengandung seekor ikan. Bayangkan juga bahwa kamu tidak dapat melihat akuarium itu secara langsung, dan bahwa pengetahuan kamutentang akuarium itu beserta apa yang terkandung di dalamnya datang dari dua kamera televisi yang sebuah ditujukan ke sisi depan akuarium, dan yang lain  ditujukan ke sisinya.

         Ketika kamu menatap kedua layar televisi, kamu mungkin menganggap bahwa ikan yang ada pada masing-masing layar itu adalah dua ikan yang berbeda. Bagaimana pun juga, karena kedua kamera  diarahkan dengan  sudut yang berbeda, masing-masing gambar ikan itu sedikit berbeda satu sama lain. Tetapi sementara kamuterus memandang kedua ikan itu, akhirnya kamu akan menyadari bahwa ada hubungan tertentu di antara kedua ikan itu.

         Kalau yang satu berbelok, yang lain juga membuat gerakan yang berbeda tapi sesuai; jika yang satu menghadap kamera, yang lain menghadap ke suatu sisi. Jika kamu tidak menyadari seluruh situasinya, kamumungkin menyimpulkan bahwa kedua ikan itu saling berkomunikasi  secara  seketika,  tetapi  jelas bukan demikian halnya.

         Menurut Bohm, inilah sesungguhnya yang terjadi di antara partikel-partikel subatomik dalam eksperimen Aspect itu. Menurut Bohm, hubungan yang tampaknya "lebih cepat dari cahaya" di antara partikel-partikel  subatomik  sesungguhnya mengatakan kepada kita bahwa ada suatu tingkat realitas yang lebih dalam, yang  selama ini  tidak  kita  kenal,  suatu  dimensi yang lebih rumit di luar dimensi kita, dimensi yang beranalogi (sama) dengan akuarium itu. Tambahnya, kita memandang obyek-obyek seperti partikel-partikel subatomik sebagai terpisah satu sama lain oleh karena kita hanya memandang satu bagian dari realitas sesungguhnya

         Partikel-partikel  seperti  itu  bukanlah  "bagian-bagian"  yang  terpisah,  melainkan  faset-faset dari suatu kesatuan (keesaan) yang lebih dalam dan lebih mendasar, yang pada akhirnya bersifat holografik dan tak terbagi-bagi seperti gambar mawar di atas. Dan oleh karena segala sesuatu dalam realitas  fisikal  terdiri  dari apa  yang  disebut  "eidolon-eidolon" (bentuk-bentuk) ini, maka alam semesta itu sendiri adalah suatu proyeksi, suatu hologram. Di samping hakekatnya yang seperti  bayangan, alam semesta  itu memiliki sifat-sifat lain yang cukup mengejutkan. Jika keterpisahan yang tampak di antara partikel-partikel  subatomik itu ilusif, itu berarti pada suatu tingkat realitas yang lebih dalam segala sesuatu di alam semesta ini saling  berhubungan secara tak  terbatas.

         Elektron-elektron  didalam  atom  karbon  dalam  otak  manusia berhubungan dengan  partikel-partikel subatomik  yang membentuk setiap ikan salem yang berenang, setiap jantung  yang  berdenyut, dan setiap bintang  yang  berkilauan di angkasa. Segala sesuatu meresapi segala sesuatu; dan sekalipun sifat manusia selalu mencoba memilah-milah, mengkotak-kotakkan dan membagi-bagi berbagai fenomena di alam semesta, semua pengkotakan itu  mau tidak mau adalah artifisial (buatan), dan segenap alam semesta ini pada akhirnya merupakan suatu jaringan tanpa jahitan.

         Di dalam sebuah alam semesta yang holografik, bahkan waktu  dan ruang  tidak  dapat   lagi   dipandang   sebagai  sesuatu  yang  fundamental / mendasar. Oleh karena konsep-konsep seperti 'lokasi', runtuh di  dalam suatu alam semesta yang di situ tidak ada lagi sesuatu yang terpisah dari yang lain, maka waktu dan  ruang  tiga  dimensional --seperti  gambar-gambar ikan pada layar-layar TV di atas—harus dipandang sebagai proyeksi dari order/susunan yang lebih dalam lagi.

         Pada tingkatan  yang lebih dalam, realitas merupakan semacam superhologram yang di situ masa lampau, masa kini, dan masa depan semua ada (berlangsung) secara serentak. Ini mengisyaratkan bawah dengan peralatan yang tepat mungkin di masa depan orang bisa menjangkau ke tingkatan  realitas superholografik itu dan mengambil adegan-adegan dari masa lampau yang terlupakan.

         Apakah ada lagi yang terkandung dalam superhologram itu merupakan pertanyaan  terbuka. Bila diterima  --dalam diskusi ini—bahwa superhologram itu merupakan matriks  (lingkungan dasar) yang melahirkan segala sesuatu dalam alam semesta kita, setidak-tidaknya ia mengandung setiap partikel subatomik yang pernah ada dan akan ada --  setiap konfigurasi materi dan  energi yang mungkin, dari butiran salju sampai quasar, dari ikan paus biru sampai sinar gamma.  Itu  bisa dilihat sebagai gudang kosmik dari "segala yang ada".

         Sekalipun Bohm mengakui bahwa kita tidak mempunyai cara untuk mengetahui apa lagi yang tersembunyi di dalam superhologram itu, juga mengatakan bahwa kita tidak  mempunyai  alasan bahwa superhologram itu tidak mengandung apa-apa lagi. Atau, seperti dinyatakannya, mungkin tingkat realitas superholografik itu "sekadar satu tingkatan", yang di luarnya terletak "perkembangan lebih lanjut yang tak terbatas."
        Bohm bukanlah satu-satunya peneliti yang menemukan bukti-bukti bahwa  alam semesta ini merupakan hologram. Dengan bekerja secara independen di bidang penelitian otak, pakar neurofisiologi  Karl Pribram dari Universitas Stanford, juga menerima sifat holografik dari realitas.
          Pribram yakin bahwa ingatan terekam bukan di dalam neuron-neuron (sel-sel otak), melainkan di dalam pola-pola impuls saraf yang merambah seluruh otak, seperti pola-pola  interferensi sinar laser yang merambah seluruh wilayah pelat film yang mengandung suatu gambar holografik. Dengan kata lain, Pribram yakin bahwa otak itu sendiri merupakan sebuah hologram.

         Kemampuan mengagumkan dari manusia untuk mengambil informasi yang diperlukan  dari  gudang  ingatan yang amat besar itu dapat lebih dipahami jika otak berfungsi menurut prinsip-prinsip  holografik

        Sesungguhnya, salah satu hal paling mengherankan tentang proses berpikir manusia  adalah  bahwa setiap butir informasi tampaknya dengan seketika berkorelasi-silang dengan setiap butir  informasi lain--  ini  merupakan sifat intrinsik dari hologram. Oleh karena setiap  bagian  dari  hologram  saling  berhubungan  secara tak terbatas  satu sama lain, ini barangkali merupakan contoh terbaik dari alam tentang suatu sistem yang saling berkorelasi.

        Penyimpanan ingatan bukan satu-satunya teka-teki neurofisiologis yang lebih dapat dijelaskan dengan model otak holografik Pribram. Teka-teki lain adalah bagaimana otak mampu menerjemahkan serbuan frekuensi-frekuensi yang diterimanya melalui pancaindra (frekuensi cahaya, frekuensi suara, dan sebagainya) menjadi dunia konkrit dari persepsi  manusia. Merekam dan menguraikan kembali  frekuensi adalah sifat terunggul dari sebuah  hologram. Seperti hologram berfungsi sebagai semacam lensa, alat yang menerjemahkan  frekuensi-frekuensi kabur yang tak berarti menjadi suatu gambar yang koheren, Pribram yakin bahwa otak juga merupakan sebuah lensa yang menggunakan prinsip-prinsip  holografik untuk secara  matematis  mengubah  frekuensi-frekuensi yang diterimanya melalui  pancaindra menjadi persepsi di dalam batin kita.

         Tetapi aspek yang paling membingungkan dari model otak holografik Pribram adalah  apa yang terjadi apabila model itu dipadukan dengan teori Bohm. Oleh karena, bila kekonkritan alam semesta ini hanyalah realitas sekunder dan bahwa apa yang ada "di luar sana" sesungguhnya hanyalah kekaburan frekuensi holografik, dan jika otak juga sebuah  hologram dan hanya memilih beberapa saja dari frekuensi-frekuensi yang kabur dan secara matematis mengubahnya menjadi persepsi sensorik, apa jadinya dengan realitas yang  obyektif?

         Secara sederhana, realitas obyektif itu tidak ada  lagi.  Seperti  telah  lama dinyatakan oleh agama-agama dari timur, dunia materi ini adalah Maya, suatu ilusi, dan sekalipun kita mungkin berpikir bahwa kita ini makhluk fisikal yang bergerak di dalam dunia fisikal, ini juga suatu ilusi.

         Kita ini sebenarnya adalah "pesawat penerima" yang mengambang melalui  suatu  lautan frekuensi kaleidoskopik, dan apa yang kita ambil dari lautan ini dan terjemahkan menjadi  realitas fisikal hanyalah satu channel saja dari sekian banyak yang diambil dari superhologram itu.

         Paradigma holografik juga mempunyai implikasi bagi sains-sains "keras" seperti  biologi. Keith Floyd, seorang psikolog di Virginia Intermont College, mengatakan bahwa jika  realitas yang konkrit  tidak  lebih  dari sekadar ilusi holografik, maka tidak benar lagi pernyataan yang mengklaim bahwa otak menghasilkan kesadaran. Alih-alih, justru kesadaranlah yang menciptakan perwujudan dari otak -- termasuk juga tubuh dan segala sesuatu di sekitar kita yang kita tafsirkan sebagai fisikal. “Konsensus" itu dirumuskan dan disahkan di tingkat bawah sadar manusia, yang di situ semua batin saling berhubungan tanpa terbatas.

         Kita selama ini menganggap bahwa, realitas fisik adalah realitas dari segalanya. Kita mendengar sesuatu, melihat sesuatu, merasakan sesuatu, mengecap sesuatu, dan mencium sesuatu. Dan melalui pengalaman dalam kehidupan sehari-hari tersebut, kita akhirnya berkesimpulan bahwa segala sesuatu itu ada dan berdiri sendiri-sendiri., Tapi bagaimanapun juga, sebagaimana yang telah di diskusikan di dalam teori kuantum, ilmu pengetahuan telah menemukan bahwa, kenyataan yang sebenarnya bukanlah seperti itu. .

           Segala sesuatu di alam semesta ini hanyalah bisa ada bila ada sesuatu yang lain yang berlawanan; panas hanya bisa ada bila ada dingin, atas hanya bisa ada bila ada bawah, terang hanya bisa ada bila ada gelap, dan seterusnya. Bentuk keberadaan seperti ini disebut keberadaan yang saling berhubungan.


         ”Keberadaan mutlak” (absolute existence) adalah dasar dari terbentuknya segala sesuatu yang berpasang-pasangan di alam semesta ini. Serupa dengan bagaimana cara kita bermimpi, dimana ketika sudah tertidur, di dalam pikiran kita belum ada gambaran apa-apa sama sekali, tapi tak lama kemudian, otak kita mulai membuat gambaran-gambaran realitas semu yang akhirnya kita lihat sebagai mimpi, realitas-realitas semu yang walaupun bisa kita rasakan, lihat dan dengar, tapi pada dasarnya hanyalah gambaran semu/ilusi/hologram yang diciptakan oleh otak kita..

Seperti itu jugalah yang sebenarnya terjadi dengan alam semesta hologram kita ini, pada awalnya tidak ada apa-apa di alam semesta hologram/ilusi ini, kemudian ”Keberadaan mutlak“ mulai membuat dua realitas semu (relative reality) yang saling berlawanan tapi saling berkaitan sebagai acuan dasar dari terbentuknya segala sesuatu di alam semesta hologram ini. Proses ini disebut dualisasi. Begitu dua realitas semu yang menjadi dasar dari segalanya sudah terbentuk, maka di dalam kedua realitas semu yang saling berlawanan dan berkaitan itu, “Keberadaan mutlak” kembali membentuk realitas-realitas semu lainnya yang saling berlawanan dan saling berkaitan. Begitu seterusnya tanpa henti, sampai akhirnya terbentuk realitas-realitas semu yang tak terhitung banyaknya yang saling berlawanan dan saling berkaitan di alam semesta hologram ini. Proses dualisasi yang terus berlangsung tanpa henti ini menciptakan suatu struktur antar realitas yang saling berkaitan yang kita sebut sebagai matriks (lingkungan dasar) yang saling berhubungan (relational matrix). 

         Sama seperti dalam mimpi, tidak perduli berapa pun banyaknya gambaran orang yang kita buat di dalam benak kita, pada dasarnya mereka semua itu cuma gambaran semu/ilusi/hologram yang sebenarnya tidak pernah ada secara fisik, jadi pada dasarnya mereka semua adalah satu, yaitu kita sendiri. Begitu juga dengan alam semesta hologram, tidak perduli berapa kalipun “Keberadaan mutlak” membuat proses dualisasi di dalam dirinya sendiri, kenyataan yang sesungguhnya, tetap saja, semua realitas-realitas semu itu pada dasarnya satu dan saling berhubungan satu dengan yang lain. Meskipun setiap individu di dunia ini merasakan realitas kehidupan masing-masing sebagai sesuatu yang terpisah, tapi tetap  saja, bentuk yang mendasar dan yang sebenarnya dari semua realitas kehidupan ini adalah “kesatuan yang tak pernah terpisahkan”. Setiap bagian struktur, setiap wujud realitas yang terkecil sekalipun (reality cells), juga memiliki informasi mengenai keberadaan wujud-wujud realitas yang lain. Dalam setiap inci sel-sel tubuh kita terkandung semua informasi mendetail mengenai alam semesta ini dan seluruh penghuninya. Masalahnya, mampukah kita mengaksesnya? Begitulah, segala sesuatu di alam semesta ini pada dasarnya adalah cermin dari segala sesuatu yang lain juga..

            Ketika kita sedang bermimpi, kita melihat diri kita sedang berinteraksi dengan orang-orang lain, sebut saja di kota Tokyo. Apakah itu berarti diri kita yang sebenarnya sedang berada di Tokyo dan sedang berbincang-bincang dengan orang-orang tersebut? Tentu saja tidak, diri kita yang sebenarnya sedang terbaring di atas tempat tidur, sedangkan diri kita yang sedang berbincang dengan orang-orang tersebut di kota Tokyo hanyalah realitas semu. Itu berarti diri kita yang sebenarnya tidak berada dimanapun di dunia mimpi itu, tidak di Tokyo ataupun dimanapun, tapi di atas tempat  tidur.           

            Begitu juga yang terjadi dengan alam semesta hologram ini, karena segala sesuatu yang ada di alam semesta hologram ini hanyalah realitas semu, maka diri kita yang ada di dalamnya juga adalah salah satu dari realitas-realitas semu tersebut. Karena hanyalah sebagai realitas semu, maka diri kita yang sebenarnya saat ini bukanlah berada di kota x atau y dimana kita tinggal selama ini. Diri kita yang sebenarnya saat ini sedang berada di dimensi yang berbeda dengan alam semesta yang selama ini kita anggap nyata, diri kita yang sebenarnya saat ini sedang “bermimpi” menjalani kehidupan di dalam alam mimpinya (alam semesta hologram) dan menganggap bahwa alam mimpinya itu adalah alam nyatanya. Lalu dimensi dimana diri kita yang sebenarnya sedang berada saat inilah, yang sebenarnya dunia nyata. Diri kita yang sebenarnya yang berada di dimensi itu disebut sebagai kesadaran/ruh/jiwa.   

            Kembali lagi ke analogi (persamaan) mimpi. Ketika kita tadi sedang berbincang-bincang dengan orang di alam mimpi, sebut saja John, salah satu teman kita. Maka siapakah John? Apakah dia itu benar-benar John teman kita yang masuk ke alam mimpi kita? Tentu saja bukan. Sejak awal, di dalam kepala kita tidak ada siapapun selain diri kita sendiri, maka ketika di alam mimpi, kita melihat teman kita si John, dia itu sebenarnya hanyalah salah satu hasil kreasi realitas semu yang dibuat oleh otak kita, oleh diri kita sendiri, ya, John yang kita lihat di alam mimpi itu, tidak lain adalah diri kita sendiri juga, ingat, tidak ada siapapun di dalam kepala kita selain kita sendiri, ketika kita sedang berbicara dengan John di alam mimpi, sebenarnya kita sedang berbicara dengan diri kita sendiri. Dimana perbincangan itu terjadi? Sebut saja di dalam suatu kantin di kota Tokyo. Sekali lagi ingat, di dalam kepala kita tidak ada siapapun atau apapun selain kita sendiri, maka ini berarti kantin yang kita lihat di dalam mimpi, meja-mejanya, kursi-kursinya, sendok, garpu, piring, lantai dan bahkan kota Tokyo dan seluruh planet Bumi yang kita lihat di dalam mimpi, pada dasarnya adalah diri kita sendiri. Dengan begitu maka segala sesuatu yang ada di alam mimpi kita, manusia, hewan, tumbuhan, kota, awan, pegunungan dan segalanya pada dasarnya adalah kita, pada dasarnya adalah satu, yaitu kita sendiri, karena itulah maka segala sesuatu yang berada di dalam mimpi kita itu pada dasarnya saling berhubungan dan tidak pernah terpisahkan. Diri kita yang sebenarnya, yang sedang tertidur di atas tempat tidur, adalah “pencipta” semua realitas semu yang kita lihat di alam mimpi kita itu.

            Begitu jugalah yang terjadi di alam semesta hologram ini. Diri kita yang sebenarnya yang disebut sebagai kesadaran yang saat ini berada di dimensi yang berbeda yang juga bisa dibilang sebagai dunia nyata yang sebenarnya, sedang “menjalani hidup” di alam realitas semunya/alam mimpinya sebagai, sebut saja, seorang pengacara di kota Tokyo. Bukan hanya kita saja, karena kesadaran semua orang yang lain juga melakukan hal yang sama, mereka sedang “memimpikan” diri mereka masing-masing sedang menjalani kehidupan di dunia ini sebagai siapapun yang mereka mau dan uniknya alam mimpi semua kesadaran-kesadaran tersebut saling berhubungan satu dengan yang lainnya. Sehingga semua kesadaran-kesadaran tersebut tanpa sadar bersama-sama membuat/”menciptakan” dunia realitas semu untuk ditempati bersama-sama oleh wujud realitas semu mereka semua. Alam semesta hologram ini disebut juga alam semesta kolektif, karena terbentuk dari usaha kolektif (bersama) dari semua kesadaran-kesadaran tersebut.

Ingat analogi mimpi tadi, karena tidak ada siapapun di dalam benak kita ketika kita sedang bermimpi, maka segala sesuatu yang kita lihat di dalam mimpi, pada dasarnya adalah kita sendiri. Karena itulah, karena terbentuk dari usaha bersama dari kesadaran kita semua, maka segala sesuatu yang kita lihat di alam semesta kolektif ini pada dasarnya adalah kita sendiri, mengingat di dalam ”benak” kesadaran kita semua tidak ada siapapun selain kita sendiri. Karena itu jugalah, karena dunia ini sebenarnya adalah ”alam mimpi” bersama kita semua, maka sudah seharusnya kita memperlakukan dunia ini sebagaimana layaknya kita memperlakukan alam mimpi, dimana hal apapun saja bisa terjadi sesuai dengan apa yang kita inginkan tanpa terikat batasan hukum fisika (seperti tokoh Neo di dalam film The Matrix).
           
Kemudian, sama halnya seperti seluruh mahluk hidup hologram yang menempati alam semesta hologram/kolektif yang merupakan hasil kreasi bersama para kesadaran. Maka sebenarnya para kesadaran-kesadaran tersebut juga adalah realitas-realitas semu yang hidup di alam realitas yang juga semu yang diciptakan oleh “Keberadaan mutlak” di dalam “benaknya”. Semua kesadaran-kesadaran yang saling berhubungan tersebut, pada dasarnya adalah satu dan juga pada dasarnya semua kesadaran-kesadaran tersebut tidak pernah ada, wujud yang sesungguhnya benar-benar ada dan nyata hanya ada satu, yaitu, “Keberadaan mutlak” itu sendiri, selain itu sisanya hanyalah hologram/ilusi/kesemuan yang dibuat oleh “Keberadaan mutlak” di dalam “benaknya” sendiri. Begitulah, pada dasarnya seluruh alam semesta ini adalah sebuah “pikiran” yang sangat besar.
         Jika ini benar, maka ini adalah implikasi paling dalam dari paradigma holografik, oleh   karena hal itu berarti bahwa pengalaman-pengalaman sebagaimana dialami oleh para paranormal adalah tidak lazim hanya oleh karena kita tidak memprogram batin kita dengan kepercayaan-kepercayaan yang membuatnya lazim. Di dalam alam semesta yang  holografik,  tidak ada batasan bagaimana kita dapat mengubah bahan-bahan realitas.

        Yang kita lihat sebagai 'realitas' hanyalah sebuah  kanvas yang menunggu  kita gambari dengan gambar apa pun yang kita inginkan. Segala sesuatu adalah mungkin, mulai dari  melengkungkan  sendok dengan  kekuatan  batin sampai telekinetik atau teleport, oleh karenanya “sihir” adalah hak asasi kita, tidak lebih dan tidak kurang adikodratinya daripada  kemampuan kita  menghasilkan  realitas yang  kita  inginkan  ketika  kita bermimpi.

        Semua yang tampak sebagai zat dan gerakan adalah khayalan. Mereka muncul dari suatu tatanan alam lain yang lebih primer. Bohm menyebut fenomena ini holomovement (gerakan-ilusi/maya). Katanya, sejak zaman Galileo, kita memandang alam semesta ini melalui berbagai lensa. Tindakan kita mengobyektivasikan, seperti dalam sebuah mikroskop elektron, mengubah apa yang ingin kita lihat. Kita ingin menemukan pinggirnya, membuatnya diam untuk sesaat, padahal hakekat sebenarnya adalah suatu tatanan lain dari realitas, suatu dimensi lain, yang di situ tidak ada benda-benda. Seolah-olah kita memfokuskan sesuatu yang kita "amati", seperti kamumemfokuskan suatu gambar, padahal kekaburan sebetulnya lebih tepat untuk menggambarkan realitas. Kekaburan itu sendiri adalah realitas dasar

         Dan pola-pola interferensi syaraf otak, proses-proses matematisnya, mungkin identik dengan keberadaan primer dari alam semesta. Artinya, proses-proses mental kita secara efektif terbuat dari prinsip pengorganisasian yang sama. Para fisikawan dan ahli astronomi kadang-kadang berkata bahwa hakekat alam semesta yang sejati bersifat imaterial tetapi tertib. Einstein menyatakan ketakjuban mistikal melihat harmoni ini. Ahli astronomi James Jeans berkata bahwa alam semesta ini lebih mirip sebuah pikiran besar daripada sebuah mesin besar, dan ahli astronomi Arthur Eddington berkata, "Bahan alam semesta ini adalah bahan batin." Lebih belakangan, ahli sibernetika David Foster menggambarkan "alam semesta yang cerdas", yang kekonkritannya yang tampak sehari-hari dihasilkan--merupakan efek--dari data kosmik dari suatu sumber terorganisir yang tak dapat dikenal.

         Secara singkat, superteori holografis mengatakan bahwa otak kita secara matematis mengkonstruksikan realitas "keras" dengan menafsirkan frekuensi-frekuensi dari suatu dimensi yang mengatasi waktu dan ruang. Otak ini sebuah hologram, menafsirkan suatu alam semesta holografik.

        Fenomena psikis tidak lain adalah efek-samping dari matriks yang "serentak-ada di mana-mana" ini. Otak individual adalah "pecahan" dari hologram yang lebih besar. Masing-masing mempunyai akses dalam kondisi tertentu kepada semua informasi yang terkandung dalam keseluruhan sistem sibernetika itu. Sinkronisitas--peristiwa-peristiwa bersamaan yang tampak mempunyai tujuan atau keterkaitan yang lebih tinggi--juga cocok dengan model holografis. Kebetulan-kebetulan yang bermakna itu berasal dari hakekat matriks (lingkungan dasar) yang bertujuan, berpola, dan mengorganisasikan. Psikokinesis (kemampuan menggerakkan benda tanpa menyentuh), batin yang mempengaruhi materi, mungkin adalah hasil alamiah dari interaksi di tingkat dasar. Model holografis memecahkan teka-teki lama dari 'psi': ketidakmampuan instrumen untuk menjejaki transfer energi yang tampaknya terjadi dalam telepati, penyembuhan, dan clairvoyance (kemampuan melihat masa depan). Jika peristiwa-peristiwa ini terjadi dalam suatu dimensi yang mengatasi waktu dan ruang, tidak perlu energi untuk pergi dari sini ke sana. Seperti dikatakan oleh seorang peneliti, "Tidak ada suatu tempat tertentu di mana pun juga."

         Selama bertahun-tahun, mereka yang tertarik pada fenomena batin manusia telah meRamalkan bahwa suatu teori terobosan akan muncul; bahwa teori itu akan disusun dari matematika untuk menegakkan bahwa hal-hal adikodrati adalah bagian dari alam.

Model holografis adalah teori integral seperti itu, yang meliputi seluruh hal-hal yang ganjil dari sains dan roh. Teori ini mungkin merupakan paradigma paradoksikal, tanpa tepi, yang dicari oleh sains.

         Begitu pula, Henri Bergson pernah berkata pada tahun 1907 bahwa realitas yang paling dasar adalah suatu jaringan koneksi yang menjadi landasan, dan bahwa otak menyaring sebagian besar realitas yang ada. Pada tahun 1929, Alfred North Whitehead, filsuf dan ahli matematika, melukiskan alam sebagai pusat peristiwa peristiwa yang besar dan mengembang yang di luar persepsi indera. Kita hanya mengira bahwa materi dan batin ini berbeda, padahal faktanya keduanya saling jalin-menjalin.

            Pribram berkata, pengalaman mistikal tidak lebih aneh daripada banyak peristiwa alam, seperti misalnya derepresi selektif dari DNA untuk membentuk mula-mula suatu alat tubuh, dan kemudian alat tubuh yang lain. "Jika kita memperoleh ESP [extrasensory perception--persepsi tanpa indera] atau fenomena paranormal lain--atau fenomena nuklir dalam fisika—itu sekadar berarti kita membaca dari suatu dimensi lain pada saat itu. Dalam keadaan sehari-hari, kita tidak dapat memahaminya."

            Tapi satu hal yang pasti, sejak ilmu fisika kuantum telah berhasil menyimpulkan bahwa, alam semesta dan kita juga adalah (holomovement) hologram bergerak yang mana sebenarnya keseluruhan gerak itu dikontrol oleh pusat alam semesta, puncak kesadaran seluruh mahluk di alam semesta, maka minoritas orang dari keseluruhan manusia di bumi ini yang telah mengetahui hal tersebut, seperti para ilmuwan fisika kuantum, para ahli agama, dan para filosofis atau orang-orang awam yang juga mendalami pengetahuan tentang hal ini, semakin meraih kebijaksanaan dalam menyingkapi segala macam permasalahan hidup, pemahaman mengenai hal ini akan semakin meningkatkan rasa cinta yang sangat mendalam dan tak terbatas kepada semua mahluk hidup di alam semesta ini, karena mereka semua pada dasarnya adalah kita dan juga berada di dalam diri kita. Kita adalah mereka dan mereka adalah kita. Kita semua pada dasarnya satu. Walaupun tetap menjalani hidup sehari-harinya seperti biasa, tapi di dalam hati orang-orang yang sudah memahami ini semua, tujuan utama hidup mereka bukan lagi dunia melainkan mencapai pencerahan tertinggi, atau keharmonisan kesadaran diri sendiri dengan puncak kesadaran tertinggi, yaitu kesadaran pengendali seluruh alam semesta hologram ini, sang “Keberadaan mutlak”. 

         Pribram mengakui bahwa model ini tidak mudah dicernakan; paham ini terlalu radikal menjungkirbalikkan semua sistem kepercayaan kita sebelumnya, pemahaman akal sehat kita tentang benda dan waktu dan ruang. Suatu generasi baru akan tumbuh, generasi yang terbiasa dengan cara berpikir holografis; dan untuk memudahkan itu, Pribram menganjurkan agar siswa di sekolah belajar tentang paradoks sejak sekolah dasar, oleh karena temuan-temuan ilmiah yang baru selalu penuh dengan kontradiksi. Tidak pernah ada yang namanya evolusi perubahan dari monyet menjadi manusia. Satu-satunya evolusi yang akan terjadi pada manusia adalah, evolusi kesadaran, dimana pada akhirnya manusia akan menjadi terbiasa menjalani hidup sesuai dengan konsep alam semesta hologram dan memperlakukan alam semesta ini sebagaimana layaknya memperlakukan alam mimpi/hologram.


Walaupun sudah mengetahui dan mempelajari secara mendalam mengenai hal ini, bukanlah suatu jaminan kamubisa mengkondisikan diri kamusebagaimana seharusnya, yaitu sebagai hologram, karena sedari kecil, kita semua telah terbiasa, telah terkondisikan bahwa kita dan semua alam semesta ini adalah nyata. Butuh perjuangan pemahaman batin yang teRamat sangat keras untuk bisa membuat otak kita betul-betul pada akhirnya menganggap bahwa kita dan alam semesta ini adalah hologram. Dan pada kenyataannya, karena begitu rumitnya pemahaman mengenai hal ini, maka dari seluruh dunia, mulai dari jaman dahulu sampai jaman sekarang hanya segelintir orang yang bisa melakukannya. Tapi bila itu berhasil dilakukan, maka segala kenyataan hidup disekeliling kita, akan dapat kita perlakukan sebagaimana kita memperlakukan kenyataan di dalam mimpi, yaitu, apapun yang kita inginkan untuk bisa kita lakukan, akan langsung bisa kita lakukan, apapun itu, terbang, membagi diri menjadi dua atau lebih, berpindah tempat dalam sekejap, melintasi ruang dan waktu dengan kekuatan pikiran, dan lain sebagainya. Tapi selama kita belum bisa sepenuhnya membuat diri kita, otak kita terbiasa dengan kenyataan bahwa semua realitas hidup ini hanyalah hologram, hanyalah ilusi, maka selamanya hal itu tidak akan terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar