P
|
agi itu Dewa, Putri, Rama, Febby, Sisca,
Milo, Shaden dan Peter sedang membahas tentang teman mereka Dhany yang
belakangan ini sikapnya rada aneh, juga tentang hasil penguntitan mereka
terhadap Dhany kemaren siang dengan menggunakan Bajay. Yang walaupun “sangat
berkesan” tapi menghasilkan satu petunjuk, yaitu ternyata tiap pulang sekolah Dhany
selalu mampir sebentar ke suatu Diskotik, tapi apa yang doi lakukan di diskotik
itu masih menjadi tanda tanya. Itulah yang akan diselidiki lebih lanjut oleh Dewa
cs.
Rencananya hari ini mereka akan pergi ke Diskotik itu untuk mencari petunjuk,
tapi kali ini mereka memutuskan untuk memakai mobil Dewa.
Mereka tidak perlu membuntuti Dhany,
karena mereka telah tahu tempat Diskotik itu mereka bisa langsung pergi ke sana
sepulang sekolah. Putri dan gengnya rencananya mo ikutan ke sana juga.
“Eh..gue mo ke toilet dulu nih…mo pipis” ujar Peter sambil ngeloyor
pergi meninggalkan teman-temannya. Nggak ada yang perduli, semuanya pada ribut
membahas tentang Dhany.
Karena betul-betul kebelet banget, Peter
juga nggak gitu merhatiin. Doi langsung aja ngacir ke toilet di belakang sekolah.
Setelah menunaikan tugasnya, Peter keluar dari toilet.
Tapi ketika akan meninggalkan tempat itu, doi ngeliat
kayak ada orang yang lagi ngumpet di balik tumpukan meja dan kursi bekas yang
emang sengaja ditumpuk di samping toilet di belakang sekolah itu. Peter
mengintip dari sela-sela tumpukan meja dan kursi itu, betapa terkejutnya ketika
melihat ternyata yang lagi berada di balik tumpukan meja itu adalah DHANY..!!!
Dan kalau diperhatikan baik-baik ternyata
saat ini Dhany sedang menyuntik lengannya sendiri..!!!! ketika Dhany selesai
menyuntik lengannya, doi terlihat begitu nyaman dan santai.
“Dha..Dhany..??!! lo lagi
ngapain..??!!!” Peter berdiri di hadapan Dhany yang sedang jongkok di balik
tumpukan meja dan kursi, di sampingnya masih terdapat alat suntik yang baru aja
dipakainya.
Menyadari kalau perbuatannya tadi telah
dilihat oleh Peter. Dhany jadi gugup, doi langsung berdiri dan hendak melangkah
pergi dari tempat itu. Tapi langsung ditahan oleh Peter.
“Dhan…. lo kok jadi kayak gini sih..??!!!” Peter memegang bahu temannya yang kini berwajah
pucat itu. “Bukan urusan lo…!!!” hardik Dhany sambil menepis tangan Peter.
“Nggak…!!! justru ini urusan gue
juga…soalnya gue kan temen lo Dhan..!!!”
“Eh..lo tuh budek ya..!!! minggir gue mo
lewat..!!!” bentak Dhany.
“Kalau nggak napa..??!! lo kira gue takut ama lo..!!!” Peter
menolak bahu Dhany.
Tanpa disangka-sangka Dhany langsung meninju Peter, walaupun kaget Peter
masih sempat menangkisnya. Peter membalas Dhany dengan tendangan ke arah perut,
tapi Dhany bisa menghindarinya. Lalu keduanya terlibat saling baku hantam,
kecepatan pukulan dan tendangan keduanya lebih cepat dari peluru. Keduanya
belum ada yang berhasil mengenai lawannya masing-masing, pukulan mereka cuma
membelah angin saja, suara yang terdengar seperti bunyi dengungan lebah.
Tapi itu tak berlangsung lama, beberapa
pukulan berhasil masuk dan mengenai Peter. Awalnya Peter masih bisa menahannya,
tapi lama-kelamaan, kecepatan dan kekuatan pukulan Dhany semakin lama semakin
bertambah.
Peter yang dulu sering berlatih bersama Dhany
merasa heran dan takjub dengan kemampuan Dhany ini, karena kalau nggak salah Dhany
dulu nggak sekuat ini. Malah dia lebih kuat sedikit dari Dhany. Tapi hari ini Dhany
jauh lebih kuat dari biasanya.
Setelah selama beberapa detik
didera beberapa juta pukulan dari Dhany akhirnya Peter tidak sanggup lagi
melindungi dirinya, sebuah tendangan keras dari Dhany melemparkan tubuh Peter
menembus tembok belakang gedung sekolah dan menembus beberapa ruangan kelas
sampai beberapa ratus meter dengan suara yang sangat keras, bergemuruh dan
memekakkan telinga.
Murid-murid yang mengira ada Bom di
sekolahan mereka itu segera berhamburan berlarian ke luar kelas dengan panik
dan ketakutan.
Begitu melihat semua kekacauan yang baru saja disebabkannya, Dhany
langsung terbang melesat meninggalkan sekolah, sementara itu saat ini Peter
sedang berada di bagian atas gedung sekolah dalam keadaan pingsan. Rupanya
begitu mendengar bunyi keras tadi Dewa cs langsung bergerak menuju ke sumber
suara dengan kecepatan tinggi, lalu menangkap tubuh Peter yang sedang melayang
menembus kelas-kelas di sekolah itu dan secepatnya membawa Peter ke bagian atas
gedung sekolah agar tidak menarik pehatian murid-murid lainnya. Dewa cs memilih
atap sekolah karena Bagian atas gedung sekolah datar dan tersembunyi, tak
terlihat dari bawah.
Putri yang tidak bisa bergerak
secepat teman-temannya itu berlari ke arah halaman sekolah ditemani Rama dan Milo
untuk melihat sumber suara keras tadi yang sepertinya berasal dari beberapa
ruangan kelas di bangunan yang berseberangan dengan bangunan kelasnya berada,
yang kini dalam keadaan berantakan. Ada sekitar tujuh kelas yang temboknya hancur
berantakan diterjang tubuh Peter.
Putri melihat sekelilingnya, banyak
murid-murid yang berlarian dengan panik sambil berteriak-teriak ada Bom. Putri
baru sadar kalau beberapa tembok kelas yang hancur itu bukan karena Bom setelah
doi melihat temen-temennya tidak berada lagi disampingnya, entah sejak kapan
mereka semua meninggalkannya Putri pun kurang begitu jelas. Putri cuma bisa
mengira-ngira kalau hancurnya tembok-tembok itu berkaitan dengan teman-temannya
yang memiliki kekuatan super.
“Lho Sisca dan Febby mana??!!!..anak-anak yang lain juga mana??!!!” Milo dan Rama bertanya-tanya
dengan panik.
Mungkin karena semua kepanikan ini Rama dan Milo baru menyadari kalau
kedua pacarnya dan teman-temannya yang lain tidak bersama-sama mereka lagi.
Putri
hanya bisa berharap semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk dengan
teman-temannya itu ketika beberapa guru menyuruh semua murid-murid termasuk Putri,
Rama dan Milo untuk segera meninggalkan sekolah.
“Sialan..!!! ini pasti kerjaannya Dhany..!!!” maki Shaden dengan kesal.
“Belum tentu Dhany..kan..” sergah Febby
yang sedang membersihkan luka-luka Peter yang masih dalam keadaan pingsan.
“Waktu itu kita semua berada di dalam
kelas kecuali Peter dan Dhany… Siapa lagi yang bisa menghajar Peter sampe babak
belur begini selain Dhany!!!” omel Shaden.
“Gue setuju ama Shaden, ini pasti
kerjaannya Dhany “ tandas Sisca.
Shaden menoleh ke arah Dewa
“Wa..!!! kita harus beri pelajaran ke
anak brengsek itu..!!! masa temen sendiri dihajar sampe kayak gini sih..!!”
“Hooiii, jangan maen antem gitu aja
dong..!!!” sergah Febby “Dhany kan temen kita juga..!!”
“ Temen yang mukul temen sendiri sampe
kayak gini nggak bisa dibilang sebagai teman..tau..!!!” omel Shaden dengan nada
tinggi.
“Hooii…, nggak usah bertengkar gini napa
sih..!!” teriak Dewa menengahi.
“Gue rasa mendingan sekarang kita
mengantar Peter ke rumah sakit lalu kita cari Dhany ke rumahnya untuk
menanyakan mengapa dia berbuat ini pada Peter..”
“Allllaahhh…, nggak usah pake
nanya-nanya segala..!! hajar aja tuh anak ampe bonyok..!!” potong Shaden.
Dewa mendekat ke arah Shaden “Eh…kalau semua anak berpikiran kayak lo,
nggak mo maafin kesalahan orang lain. Berarti gue ama anak-anak yang lain boleh
bonyokin lo juga dong..!! inget….yang dulu punya rencana adu domba kita semua
tuh siapa..??!!”
Shaden langsung mati kutu dan jadi salah
tingkah.
“Pokoknya gini aja” lanjut Dewa
“kalau kita ketemu ama Dhany, kita tanyain dulu baik-baik, kalau dianya
malah nyebelin ya udah terpaksa deh..”
“Wa..gue rasa urusan Dhany entar dulu
deh…yang penting Peter nih..gue takutnya dia kenapa-kenapa aja nih..” ujar
Febby khawatir.
Tiba-tiba aja Peter membuka matanya dan langsung nyeletuk “Haahh…Gu..gue
kenapa..kata lo..??!!”
Kontan aja semuanya langsung kaget
“Pe..Peteerr…!!!!!”
“Lo masih idup Ter..??!!” tanya Sisca.
Peter malah nyengir
‘Hehehehe..yaa.berkat doa para penggemar”
“Huuu…” ledek Sisca sambil mendorong
kepala Peter. Peter malah cengengesan, doi berusaha untuk berdiri meskipun
rada-rada sempoyongan.
Dewa langsung mencegahnya “Ter..,
mendingan lo duduk dulu deh..jangan jalan dulu”
Shaden berjongkok di samping Peter “Ter..lo diapain ama Dhany..ampe
kayak gini??!!”
Peter menatap wajah temen-temennya
dengan serius “Lo semua tau nggak..??!! tadi gue nangkep basah Dhany waktu lagi
nyumtik Narkoba..!!”
“Haahh..nyuntik Narkoba..???!!!!” teriak
yang lain tak percaya.
Dewa menghela nafas “Pantesan aja, Gue
udah curiga dari dulu,…sikapnya belakangan ini kayak ciri-ciri orang yang lagi kecanduan”
“Terus karena ketauan lo langsung
dihajar gini” tanya Sisca. Peter mengangguk.
“Masa lo nggak ngelawan sih..,
perasaan…lo ama Dhany kan lebih kuat lo..!!” ujar Shaden.
“Gue juga mikirnya gitu waktu berkelahi
ama dia, eh nggak taunya di tengah-tengah pertarungan tenaga dan kecepatan Dhany
meningkat dengan drastis. Dan akhirnya yaaahhh..yang seperti lo liat sekarang
ini” jelas Peter.
Febby mengernyitkan dahinya “Kok Dhany bisa sekuat itu ya
sekarang…bukannya kalau orang lagi make narkoba malah jadi tambah nggak
bertenaga…ini kok malah kebalikannya..”
“Apa karena Dhany bukan orang biasa
ya..seperti kita..??” celetuk Sisca.
Shaden menjentikkan tangannya “Berarti kalau
orang-orang seperti kita make narkoba bisa jadi lebih kuat dong..”
“Bisa jadi sih..” ujar Dewa “Tapi
sepertinya ujung-ujungnya tetap berakibat buruk bagi kita sendiri..”
“Maksud lo..?’ tanya Shaden.
Dewa menghela nafas “Gue belon tau
secara pasti sih, tapi lo liat aja tampang si Dhany yang pucat banget sekarang
ini, gue rasa pucatnya Dhany itu contoh efek buruk yang bisa kita lihat dari
luarnya aja. Gue yakin pasti ada efek buruk yang terjadi dalam dirinya yang
menyebabkan dia pucat kayak gitu yang semakin lama akan semakin buruk”
Shaden mengangguk-ngangguk “Iya..juga
ya..”
“Ter..lo udah bisa bediri belon?”
celetuk Dewa “Kalau belon…sini deh biar gue ama Shaden papah”
Tiba-tiba terdengar suara ribut-ribut
dari bawah gedung.
“Kayaknya Tim Gegana udah pada datang
tuh..” celetuk Febby
“Ya udah kita langsung cabut ke rumah Dhany
yuk…” usul Sisca, yang langsung disambut hangat oleh yang lainnya. Lalu dengan
kecepatan tinggi mereka semua terbang ke arah rumahnya Dhany, Peter yang masih
sempoyongan dibawa oleh Dewa dan Shaden.
Sesampai mereka di rumah Dhany ternyata
orangnya nggak ada, belon pulang dari pagi tadi kata pembantunya. Lalu mereka
mengantar pulang Peter ke rumah kosnya, setelah itu mereka memutuskan untuk
pulang dulu karena mereka juga nggak tau mo mencari Dhany kemana. Pokoknya kalau
besok si Dhany nggak datang ke sekolah, baru mereka memutuskan untuk mencari
cara untuk menemukan kira-kira dimana Dhany berada.
Setibanya di rumah Dewa teringat kalau
doi berjanji pada Putri akan menemaninya ke bandung untuk menanyakan masalah
jati dirinya pada panti asuhan di sana. Sesegera mungkin Dewa menghubungi Palmphone
Putri untuk menanyakan dimana doi berada saat ini. Setelah itu Dewa langsung
terbang secepatnya ke tempat Putri berada.
Ternyata Putri berada di kafe gaul , lagi makan siang. Begitu
nyampe Dewa langsung menceritakan tentang Peter dan Dhany.
Lalu Dewa juga mengingatkan pada Putri
mengenai rencana mereka ke Panti Asuhan itu, awalnya Putri bilang lebih baik
ditunda dulu tapi karena didesak terus oleh Dewa akhirnya Putri menyetujuinya.
Untuk menghemat waktu, maka Dewa dan Putri memutuskan untuk terbang dengan
kecepatan tinggi ke Bandung.
Setelah sembilan kali nyasar di beberapa
panti jompo dan panti pijat, akhirnya mereka nyampe di Panti Asuhan Asah Asih
Asuh.
“Permisi…, apa kepala Pantinya ada..?” tanya Dewa pada bapak-bapak
berumur sekitar lima puluhan yang sedang menyapu halaman Panti.
Lelaki tua itu menghentikan pekerjaannya
“Mmmm.., adik berdua ini siapa ya..?”
“Kami berdua datang dari Jakarta, kami
ingin menanyakan sesuatu hal mengenai anak dari panti ini yang diadopsi oleh
sepasang suami istri sekitar enam belas tahun yang lalu..” Putri menjelaskan
maksud kedatangannya pada bapak tua itu.
Mendengar kata-kata Putri barusan, Pak
tua itu keliatan terkejut “Anak yang diadopsi sekitar enam belas tahun yang
lalu..??!!”
Dewa dan Putri heran dengan reaksi Pak
tua itu “Kenapa Pak..?”
“Bapak rasa lebih baik kita ngomong di
dalam aja…” Bapak itu meletakkan gagang sapunya sambil mempersilahkan mereka
untuk masuk.
Dewa dan Putri langsung ngeh
“Berarti…,Jangan-jangan Bapak ini….?!”
“Betul….saya Kepala Panti disini…” Pak
tua itu tersenyum.
“Mangga..mangga silahkan duduk…”
Pak itu mempersilahkan mereka berdua duduk di kursi ruang tamu. “Sebentar
ya…saya ambilkan minuman..”
“Nggak usah repot-repot Pak..”
Pak tua itu malah tersenyum “Nggak…nggak
ngerepotin kok….”
Tak berapa lama kemudian, Pak tua itu
membawakan dua cangkir teh manis anget.
“Mangga diminum dulu, mumpung
masih anget…”
Keduanya menyeruput teh manis itu
sedikit.
“Jadi apa yang bisa saya Bantu ?” tanya
Kepala Panti itu.
Dewa dan Putri saling berpandangan, lalu
dari dalam saku baju seragamnya Putri mengeluarkan fotokopi akte kelahirannya
yang dulu sempat di-copynya sebelum menanyakan masalah ini kepada Bokap dan
Nyokapnya.
“Ini Pak…, kami ingin menanyakan tentang
akte ini..” Putri menyodorkan fotokopi akte itu pada Kepala Panti.
Kepala Panti menerima copy akte itu
dan membacanya, lalu dia menatap Putri ”Apakah adik ini…adalah Putri..??!!”
Putri mengangguk “Betul Pak, saya Putri..”
“Waaahhhh…., nggak nyangka, Sudah besar
ya sekarang…, cantik lagi..” puji Pak tua itu “Pasti nak Putri sudah nggak
ingat lagi ama Bapak…, dulu bapak suka menggendongmu kalau lagi menangis”
Putri tersenyum tersipu “Waktu itu saya
kan masih bayi..pak.., belum bisa ingat apa-apa..”
Kepala Panti itu tersenyum lalu mengamati Copy akte itu sekali lagi
“Berarti kedatangan nak Putri kemari pasti karena ingin menanyakan tentang
keterangan dalam akte ini yang tidak mencantumkan tempat-tanggal lahir dan nama
orang tua kandung, bukan begitu..?!!”
“Bu..bukan.., eh..i..iya” jawab Putri.
Kepala Panti tersenyum “Bagaimana reaksi orang tua angkat nak Putri,
setelah nak Putri memberi tahu bahwa nak Putri akan datang ke Panti ini untuk
menanyakan tentang akte kelahiran …?”
Putri tersenyum kecut “Sebenarnya Mami dan Papi tidak mau memberitahukan
alamat Panti ini, mereka hanya memberi tahu nama Panti ini saja, kemudian
setelah melacak alamat Panti, saya memutuskan untuk ke sini tanpa sepengetahuan
mereka.”
Pak Kepala Panti menatap Putri lekat-lekat.
“Apakah nak Putri betul-betul ingin
mengetahui tentang asal-usul nak Putri..??”
“Betul Pak.., saya betul-betul ingin
tahu tentang asal usul saya, terutama tentang orang tua kandung saya yang
sebenarnya, saya sangat ingin bertemu dengan mereka”
Pak tua itu menarik nafas panjang
“Baiklah kalau begitu, mungkin yang akan Bapak ceritakan ini tidak sesuai
bayangan nak Putri. Apakah Nak Putri betul-betul siap untuk mengetahui yang
sebenarnya?”
Putri mengangguk dengan mantap.
Pak tua itu menyandarkan punggungnya, matanya terlihat menerawang jauh
mencoba mengingat kejadian enam belas tahun yang silam “Begini ceritanya….,
waktu itu enam belas tahun yang lalu, seingat bapak malam sudah larut dan bapak
sedang memeriksa kunci pintu dan jendela di Panti ini. Tiba-tiba saja dari arah
depan pintu ruang tamu terdengar suara tangis bayi…”
Dewa dan Putri saling berpandangan. Berarti benar dugaan Dewa, Putri
ditinggalkan begitu saja oleh orang tuanya di depan Panti.
“Semula bapak tidak menghiraukannya karena mengira mungkin saja itu cuma
suara kucing, tapi lama kelamaan suara tangisan itu semakin jelas. Karena
penasaran bapak segera membuka pintu ruang tamu dan langsung saja bapak
meloncat kaget ketika melihat pemandangan di depan pintu itu…”
“Emangnya kenapa Pak, bukankah yang di depan pintu itu saya..??” tanya Putri.
“Mungkin tampang lo waktu bayi nggak
mirip orang…” gurau Dewa yang langsung disambut dengan jitakan dari Putri.
“Sebenarnya baru kali ini saya melihat
pemandangan seperti itu di depan pintu panti.
Bagaimana tidak kaget, coba deh
bayangin, waktu itu yang saya lihat adalah tujuh bayi yang diletakkan berjejer
di depan pintu..!!!!”
Putri dan Dewa langsung mendelik kaget
“Tu..Tu..juh bayii..??!!!”
Pak tua mengangguk ”Betul..tujuh bayi yang baru berumur beberapa hari,
saya masih ingat dengan jelas.., empat bayi laki-laki dan tiga bayi perempuan
masing-masing dibungkus dengan selimut tebal dan dengan secarik kertas dibalik
selimut yang menerangkan tentang nama mereka masing-masing…, dan nak Putri
berada di antara ketujuh bayi itu..”
Putri dan Dewa berpandangan dengan
perasaan khawatir. Jangan-jangan keenam bayi yang lainnya itu adalah…..,
“Tu..tunggu dulu Pak, jadi sebenarnya nama
saya diambil dari nama yang tertulis di secarik kertas yang terdapat di balik
selimut bayi saya..begitu..??!!” potong Putri.
Pak itu mengangguk, “Betul…, begitu juga dengan nama keenam bayi yang
lainnya..”
Dewa betul-betul khawatir dengan kemungkinan kenyataan yang sebenarnya
tentang keenam bayi yang lainnya itu. “Lalu siapa saja nama keenam bayi yang
lainnya itu..?”
Pak tua itu mencoba mengingat-ngingat
“Mmmmm…, kalau nggak salah ingat, dua bayi perempuan lainnya bernama Febby dan Sisca,
sedangkan keempat bayi laki-laki sisanya bernama Dewa, Shaden, Peter dan Dhany..!!!”
“HAAAAAAHHHHH…!!!!!!!!” Putri dan Dewa
melotot sambil menjerit
Dewa langsung menyandar dengan lemas di kursinya. Pak tua itu bingung
dengan sikap Dewa dan Putri tadi. “Lho memangnya kenapa nak..?”
Putri menghela nafasnya “Teman saya ini
bernama Dewa..pak..”
Pak tua itu langsung mendelik kaget.
“Dan nama-nama bayi yang lainnya yang
baru saja Bapak sebutkan tadi, mereka semua adalah teman-teman kami…, kami semua
teman di sekolah dan kelas yang sama..” lanjut Putri.
Pak tua itu langsung mendelik tak percaya.
“Betul-betul tak dapat dipercaya…,
ba..bagaimana bisa semua kebetulan ini terjadi..??!! Walaupun kalian semua
diadopsi oleh orang tua yang berbeda dan terpisahkan selama belasan tahun.
Tapi, pada akhirnya kalian dipertemukan kembali…. Jangan-jangan ini yang
dinamakan takdir,”
Dewa tersenyum kecut “Betul-betul
kebetulan yang tidak dapat dipercaya…”
Lalu Dewa menoleh ke arah Putri “Put…, kayaknya cerita tadi sudah bisa
ngejelasin semua tentang masa lalu lo yang sebenernya dan juga tentang masa
lalu gue dan anak-anak yang lainnya, jadi menurut gue kita nggak perlu lagi
menanyakan lebih lanjut tentang keterangan akte yang nggak jelas itu. Akte itu
tidak mencantumkan tempat-tanggal lahir dan nama orang tua, karena memang nggak
ada yang tahu kapan dan dimana lo lahir dan siapa nama orang tua lo….”
Dewa menunduk, suaranya terdengar begitu
berat “….begitu juga nama orang tua gue dan anak-anak yang lain..”
Putri melihat raut kesedihan terpancar dari wajah Dewa, Putri
menggenggam jemari Dewa. Karena sebenarnya dia memang senasib dengan Dewa….dan
senasib juga dengan teman-temannya yang
lain. Mereka semua dibuang oleh orang tua kandung mereka dan nggak ada yang tau
siapa orang tua mereka sebenarnya. Tapi yang menjadi pikiran Putri adalah
mengapa mereka semua bisa diletakkan di depan pintu panti pada saat yang
bersamaan, apakah orang tua mereka saling kenal..? apa alasan mereka membuang
anak-anak mereka..?
Putri merasa sepertinya Pak tua itu pun tidak mengetahui apa-apa tentang
jati diri orang tua mereka yang sebenarnya, yang beliau tahu sepertinya cuma
tujuh bayi yang diletakkan pada tengah malam di depan pintu pantinya enambelas
tahun yang lalu. Ya..cuma itu saja….
Setelah berbasa-basi sebentar, lalu Dewa
dan Putri mengucapkan terimakasih sebanyak-banyaknya pada Kepala Panti karena
bersedia menampung mereka semua enam belas tahun yang lalu, tak lupa Dewa dan Putri
memberikan sejumlah sumbangan dalam bentuk cek, sekedar untuk biaya pembangunan
dan perawatan Panti yang pernah menampung mereka waktu masih bayi dulu.
Karena hari sudah semakin gelap, mereka
pun pamit pulang ke Jakarta karena takut kemalaman.
Selama dalam perjalanan pulang terbang
menuju ke arah Jakarta, kedua remaja ini tidak ada yang berbicara, keduanya
larut dalam pikiran masing-masing. Memikirkan tentang asal-usul mereka yang
sebenarnya, tentang jati diri mereka, tentang siapa mereka semua ini
sebenarnya, apakah ini semua ada kaitannya dengan kekuatan super yang juga
mereka miliki bersama? Tidak ada yang tahu jawabannya, mereka belum menemukan
jawaban atas semua pertanyaan itu, belum untuk saat ini, mungkin suatu saat
nanti kelak mereka akan mengetahui jati diri mereka yang sebenarnya.
*****
Tidak ada komentar:
Posting Komentar