S
|
eorang pemuda kerempeng berjalan dengan
agak tergesa-gesa diantara kerumunan orang-orang yang memadati pasar siang itu.
“Bang….Bang Rojak.., ade nyang nyariin ntu…” ujar pemuda itu pada seseorang
berperawakan tinggi besar yang sedang bemain judi di salah satu sudut pasar.
Si Rojak dan Si jali ini walaupun udah
jadi Bandar tapi nggak sombong nggak lupa ama asal-usulnya sebagai preman pasar
itu, mereka masih sering mengunjungi pasar itu buat sesekali bernostalgia
dengan cara malakin orang atau bermain judi sama preman-preman lain yang sering
gentayangan di daerah sekitar pasar itu.
“Siape..??!!! kagak tau gue lagi asik maen nih..!!!” hardik Rojak.
Pemuda kerempeng itu rada ngeper juga
ama Si Rojak yang bodi dan tampangnya kayak gorilla itu “Tau tuh Bang…, tapi
aye perhatiin tuh orang kayaknya borju banget Bang..”
Jangan-jangan mo beli barang, pikir
Rojak
“Mane tu orang.., anterin gue…”
Lalu pemuda kerempeng itu mengantarkan
Rojak, mereka berjalan melewati kerumunan orang di pasar yang lagi Ramai-Ramainya.
“Oh ye.., Bang…, ngomong-ngomong Bang
Jali mane…kok kagak keliatan dari tadi..”
“Lagi ngurusin bisnis..udah deh mo tau
aja lo, gue kepret lo lama-lama..” jawabnya singkat.
Pemuda itu cuma cengengesan
Sesampainya di depan pasar Rojak kaget
ngeliat ada Limousine mewah berwarna hitam yang panjangnya sepuluh meteran lagi
nangkring di depan pasar. Banyak pembeli dan penjual di pasar itu yang pada
melongo ngeliatin sedan semewah itu bisa nyasar ke pasar.
Dua orang berpakaian jas hitam dan
memakai kaca mata hitam berjalan menghampiri si Rojak.
“Anda Saudara Rojak..?” tanya salah satu
orang berjas hitam itu.
“Betul..ade perlu apaan ye..” tanya
Rojak penasaran.
“Mari..silahkan ikut sebentar.., Bos
kami ingin bertemu dengan anda..” kedua orang itu mengantarkan Rojak ke sedan
Limousine itu dan mempersilahkan Rojak untuk masuk.
Buseeettt…, nih orang pasti tajir
banget…pikir Rojak ketika memasuki sedan mewah itu.
Ketika Rojak sudah duduk kedua orang
berjas hitam tadi duduk mengapit kanan kiri Rojak lalu sedan itu pun mulai
berjalan meninggalkan pasar tadi.
Di hadapan Rojak ada seorang pemuda
berpenampilan keren berambut gondrong dengan rambut diikat rapi yang sedang
diapit oleh dua cewek cantik berpakaian seksi yang kayaknya masih remaja.
Walaupun masih keliatan muda tapi Pemuda
keren yang memakai jas putih itu terlihat sangat berwibawa.
“Hahaha..nggak usah tegang gitu santai
aja…, silahkan diminum dulu..” ujar Pemuda itu kepada Rojak.
Di hadapan Rojak ada sebuah meja bundar berukuran kecil, diatasnya
banyak tersedia berbagai minuman keras kelas tinggi yang harganya sangat mahal.
Suasana di dalam sedan itu mirip dengan ruang tamu kecil, ada dua kursi empuk
yang saling berhadapan dan di tengahnya terdapat meja kecil dari kaca, di
pojokan ruang itu terdapat lemari es berukuran kecil ada juga televisi datar
berukuran kecil yang bisa dilipat yang menempel di bagian atas ruangan itu. IRama
musik klasik mengalun mengiringi perjalanan mereka.
Rojak menuangkan segelas champagne,
soalnya doi kan belon pernah ngerasain minuman keras kelas tinggi itu,
paling-paling biasanya minum bir kalau nggak arak. Pemuda itu cuma tersenyum
ketika Rojak sampe merem melek menikmati Champagne itu.
Pemuda itu menawarkan rokok pada Rojak dan sekalian menyalakan apinya
buat Rojak, lalu setelah kedua cewek yang mengapitnya menyalakan rokok
untuknya, pemuda itu tersenyum pada Rojak “Saya ini orangnya suka langsung to
the point, saya dengar anda menyediakan barang dalam jumlah besar,
pertanyaan saya adalah berapa besar..??”
Rojak kurang gitu ngeh “He..apaan..??”
tanya Rojak pada pemuda itu yang walaupun berbahasa Indonesia tapi masih
memiliki aksen bule yang kental, sepertinya pemuda ini orang campuran, indo.
“Berapa besar jumlah barang yang anda
mampu sediakan..??” tanya pemuda itu sekali lagi.
Rojak yang menyadari kalau yang duduk di
hadapannya ini pastilah orang yang sangat kaya dan kemungkinan ingin membeli
barang dalam jumlah besar langsung senang, wahhh.., gue bisa untung banyak nih,
kalau orang ini mo ngeborong semua stok gue.
“Emangnya situ mo beli berape banyak…?”
tanya Rojak
“Jawab pertanyaan saya dulu…, Berapa
besar jumlah barang yang anda mampu sediakan..??” tanya pemuda itu sekal lagi.
Rojak terdiam sebentar “Paling banyak
gue bisa nyediain ampe seratus kilo..!!”
Pemuda itu langsung tersenyum sinis sambil
menggeleng-gelengkan kepalanya lalu berbicara lewat intercom di samping
kursinya
“Sopir..!!hentikan kendaraannya..!!”
Nggak berapa lama Sopir yang berada di
ruangan depan-yang dipisahkan dengan ruangan belakang-tempat Rojak dan pemuda
itu berada-oleh kaca hitam kedap suara, langsung menghentikan sedan mewah
itu.
Rojak jadi kebingungan sendiri
“Lho kok…??!!”
“Lemparkan orang ini keluar mobil..!!!”
perintah pemuda itu pada kedua bodyguardnya yang sedang duduk mengapit Rojak.
“Lho…emangnya gue salah ngomong ye…??!!”
protes Rojak ketika dua orang bodyguard itu memegang kedua lengan Rojak.
Pemuda itu tertawa sinis
“Tidak..tidak.., kamu tidak salah bicara, Cuma saja saya paling malas berbicara
dengan orang yang tidak bisa memenuhi keinginan saya…”
Rojak berpikir cepat, jangan-jangan…ini
soal jumlah stok barang tadi, pasti orang ini mo mesen dalam jumlah yang lebih
banyak lagi…
“Tu..tunggu dulu…gue bisa ngenalin situ
ke bos gue…” ujar Rojak.
“Bos..?”
“Iye…, bos gue bisa nyediain barang
dalam jumlah besar, situ minta berapa aja deh pasti bos bisa nyediain…” ujar
Rojak berusaha meyakinkan. Doi nggak mo kesempatan ini lewat gitu aja, kalau
nggak bisa rugi dia.
“Apa bos kamu bisa menyediakan barang
itu dengan hitungan ton..??!!” tanya pemuda itu. “Tepatnya delapan puluh
ton..!!!”
Buseeettt…., banyak banget…!!! Nih orang
pasti mo jadi Bandar juga…, pikir Rojak.
Rojak mengangguk cepat “Bisa..bisa…..!!”
doi yakin bosnya pasti bisa nyediain barang sejumlah itu.
Pemuda itu terdiam sejenak, lalu menyuruh bodyguardnya untuk menutup
pintu mobil dan menyuruh sopirnya untuk jalan lagi. Rojak bernafas lega,
akhirnya dia bisa meyakinkan orang ini. Dia udah ngebayangin, bosnya pasti
bakalan ngasih dia persenan ampe puluhan bahkan mungkin ratusan juta kalau
proyek ini berhasil.
Lalu setelah meninggalkan nomor Palmphone -nya pada pemuda borju itu,
Rojak pun turun dari sedan mewah itu dengan perasaan senang karena udah
ngebayangin bakalan dapat untung besar. Rojak dan orang itu membuat perjanjian,
kalau doi akan menghubungi Bosnya dulu untuk ngomongin tentang hal ini. Lalu
dua hari kemudian orang itu akan menghubungi Palmphone Rojak untuk menanyakan
hasilnya. Bila kedua pihak setuju, Rojak akan berusaha mempertemukan bosnya dan
orang itu di waktu dan tempat yang akan ditentukan nanti.
Sementara itu, di dalam sedan Limousine
mewah yang kini sedang melaju di tengah jalan itu, Dewa si pemuda gondrong yang
tajir itu, bersama Febby, Putri, Peter dan Shaden yang tadi menyamar sebagai
cewek penghibur dan bodyguard, serta tak lupa Sisca yang berperan sebagai
sopir. Mereka semua pada lagi ngakak habis-habisan dan ber-give me five.
Dua hari kemudian, Dewa menghubungi Palmphone milik Rojak melalui
telepon umum kuno yang masih pakai koin yang masih ada di pinggir jalan, karena
doi takut kalau make telepon rumah atau Palmphone miliknya nomornya nanti bisa
dilacak. Ternyata menurut Rojak, bos-nya sanggup memenuhi jumlah yang diminta Dewa
asal siapkan saja uang sejumlah seratus juta Dollar, bos-nya itu meminta untuk bertemu
dengan Dewa malam ini juga tepat pada pukul sebelas malam untuk mengadakan
transaksi di salah satu pergudangan bekas di pinggir pelabuhan, pokoknya kalau
ada uang barangnya boleh langsung dibawa pulang, jelas Rojak kepada Dewa.
Malamnya tepat pukul sebelas malam, Dewa cs memasuki salah satu
pergudangan bekas di pinggiran pelabuhan itu dengan Limousine mewahnya, di
dalam gudang yang sebesar seperempat kali lapangan bola itu Dewa cs melihat
beberapa tumpukan kontainer, di depan masing-masing kontainer itu berdiri
berderet beberapa puluh orang bodyguard dengan tampang angker, dari balik baju
mereka Dewa melihat Pistol genggam.
Berarti Bos ini orangnya professional
banget, pikir Dewa cs.
Di ujung gudang itu ada kantor bekas dan
di depan kantor itu sudah disiapkan meja dan kursi untuk mengadakan transaksi.
Setelah menghentikan limousinenya tepat
di depan meja itu, Dewa yang memakai setelan jas putih dan kaca mata hitam
turun dari Limousine-nya ditemani dua “bodyguard” dan dua “cewek penghiburnya”.
Dewa yang baru aja turun langsung disambut dengan Ramah oleh Rojak dan
Jali, mereka mengajak Dewa melihat-lihat barangnya yang sudah tersimpan rapih
di dalam beberapa kontainer. Dewa melihat-lihat semua barang yang ditunjukkan
padanya itu sambil mengangguk-ngangguk dan sesekali tersenyum. Lagunya udah
mirip banget ama gembong mafia.
Lalu kedua Bandar ini mempersilahkan Dewa untuk duduk. Dewa meletakkan
tas koper alumuniumnya diatas meja, doi membukanya di hadapan Rojak dan Jali.
Isi koper itu adalah tumpukan uang Dollar sejumlah seratus juta. Kedua Bandar
ini sampe ngiler ngeliatin tumpukan uang itu.
Lalu Rojak dan Jali meninggalkan Dewa sebentar menuju ke arah kantor
bekas yang berada tak jauh dari meja tempat Dewa duduk. Tak lama kemudian
mereka berdua keluar dari kantor itu, mengiringi seseorang bertubuh gendut yang
berpakaian setelan jas mewah. Sepertinya dia adalah Bos yang dimaksud oleh
Rojak. Karena lampu gudang yang agak temaram, Dewa kurang bisa melihat dengan
jelas siapa orang itu.
Ketika Bapak-bapak bertubuh tambun itu duduk di hadapannya, Dewa
langsung terkejut, begitu juga dengan si gendut itu. Keduanya saling menatap
tak percaya…
“Om..om..Handoko…??!!!” ujar Dewa sambil
membuka kacamata hitamnya.
“De..Dewa…??!!” ujar Om Handoko.
Dewa sama sekali tidak mempercayai
penglihatannya sendiri Om Handoko yang dikenalnya dulu sebagai sosok Bisnisman
yang selalu ulet dalam pekerjaannya itu ternyata seorang Bandar narkoba, tapi
yang membuat Dewa lebih Shock lagi, adalah kenyataannya Om Handoko adalah
Bokap-nya Dhany…!!!!
Melihat reaksi kedua orang yang
tampaknya sudah saling kenal ini, semua orang yang berada di dalam gudang itu
agak terkejut juga, mereka semua heran.
“Ja..jadi Om..ini Bandar
Narkoba..ya..??!!” ujar Dewa tak percaya.
“Ka..kamu juga ya Wa..??!” tanya Om
Handoko tak kalah terkejutnya.
Mungkin karena tak kuasa lagi menahan
emosinya, Dewa langsung mengeluarkan semua isi perasaannya saat itu juga.
“Om..tuh tega ya..!!!” seru Dewa dengan nada tinggi sambil
mengacung-ngacungkan telunjuknya kepada Om Handoko.
“Lho..a..ada apa ini..??!!” tanya Rojak
dan Jali kebingungan.
Tak urung juga puluhan Bodyguard
yang merasa mungkin ada bahaya yang mengancam keselamatan bosnya itu, setelah
melihat Dewa membentak bosnya. Langsung berkumpul di sekitar Om Handoko dan Dewa
cs sambil mengacungkan seluruh senjata mereka pada Dewa cs.
Temen-temen Dewa yang merasa kalau
identitas mereka sudah ketahuan karena kebetulan Dewa kenal dengan Om Handoko
yang sebenernya adalah Bokapnya Dhany itu, langsung bersiaga bersiap-siap untuk
duel.
Om Handoko yang dibentak gitu tak urung kaget juga, doi nggak ngerti apa
maksud perkataan Dewa tadi. Bukankah Dewa juga berbisnis narkoba, lalu kenapa
sih Dewa sampe marah-marah gitu…..
“Apa maksudmu Dewa…, Om nggak ngerti..”
tanya Om Handoko setelah menyuruh semua Bodyguardnya untuk menurunkan senjata
mereka.
Dewa tersenyum sinis “Om pikir saya
kesini ini mo beli narkoba kan..??!! bukan om..!! bukan..!!! saya dan teman-teman
saya datang kesini justru untuk membuka kedok gembong narkoba yang udah banyak
ngerusak generasi muda seperti saya dan teman-teman saya,…!!”
Om Handoko kontan aja terkejut.
“Kenapa om..?? kaget..?? harusnya saya
yang kaget Om..!!” Dewa berjalan mendekati Om Handoko, kontan aja seluruh
Bodyguardnya langsung mengacungkan senjata mereka ke arah Dewa. Tapi Dewa tidak
memperdulikannya dan terus melangkah maju mendekati Om Handoko sambil terus
nyerocos
“Harusnya saya yang kaget om…!!! Saya
sudah ngebayangin kalau gembong narkoba yang saya cari adalah orang lain…,
ternyata…justru gembong narkobanya adalah Om Handoko…!!! Orang yang sudah saya
kenal lama sebagai teman Papi…!!! Dan orang yang sudah saya kenal lama sebagai
BAPAKNYA DHANY…!!!!”
Mendengar omelan Dewa tadi,
otomatis Peter, Shaden, Putri dan Febby yang berada di samping Dewa dan Sisca
yang berada di dalam mobil, langsung mendelik nggak percaya.
“Ba…ba..bapaknya Dhany…??!!!” seru
mereka tak percaya.
“Ja..jadi kalian ini juga temen-temennya
Dhany..??!” tunjuk Om Handoko ke arah teman-temannya Dewa.
Dewa langsung mengiyakan dengan lantang
“Iya Om..!!! sayang sekali Dhany nggak tau apa-apa soal ini…, coba bayangin kalau
dia tau Om..!!”
Dewa mendengus kesal “Pokoknya saya akan
melaporkan Om pada Polisi..!!” ancamnya.
“Tunggu dulu Dewa.., kamu ini adalah
anak dari teman baik om…, om rasa kita bisa bicarakan ini baik-baik..” bujuk Om
Handoko.
“Nggak bisa om..!!! saya akan tetap
melaporkan Om pada polisi..!!” tegas Dewa.
Om Handoko menunduk lalu menarik nafas
panjang, doi menatap Dewa dengan tajam,
“Kalau gitu maafkan Om…, kamu membuat om
tidak punya pilihan lain. Om terpaksa harus menutup mulutmu untuk
selama-lamanya…” bersamaan dengan itu Om Handoko memberi isyarat pada
Bodyguardnya untuk bersiap-siap menembak Dewa dan teman-temannya.
Dewa cs bukannya takut, malah tersenyum
sinis. Bagi mereka peluru sama sekali bukan masalah, mereka menganggap peluru
itu bagaikan seekor semut kecil. Mereka pernah bertarung melawan Dhany yang
lagi kalap. Dan itu sama saja bertarung dengan seekor dinosaurus raksasa.
Dewa menatap Om Handoko sambil menggeleng-gelengkan kepalanya “Jangan
om…, saya nggak mau om menjadi pembunuh….”
“Maafkan om Dewa…, om terpaksa harus
melakukannya..” ujar Om Handoko dengan nada berat.
Dewa menarik nafas panjang “Om, tau
nggak…, anak om satu-satunya, Dhany. Dia sekarang ini sudah kecanduan narkoba
yang dijual anak buah om kepadanya.”
Mendengar nama anaknya itu, Om Handoko
langsung lemas..”Dha..Dhany..??”
Dewa mengangguk “ Betul om…, kalau Dhany
terus masih memakai narkoba, nggak lama lagi nyawanya nggak akan tertolong
lagi..”
Om Handoko langsung terduduk lemas di kursinya, dia nggak menyangka sama
sekali kalau Dhany bisa menjadi pecandu narkoba. Memang sih, baru belakangan
ini Om Handoko mencoba-coba bisnis obat terlarang ini. Karena tergiur dengan
keuntungan yang bisa diraupnya. Tapi om Handoko nggak menyangka kalau narkoba
yang dijualnya justru dibeli dan dipakai oleh Dhany, anaknya sendiri. Walaupun Dhany
cuma anak hasil adopsinya enam belas tahun yang lalu, tapi Om Handoko sangat
sayang pada Dhany.
Om Handoko sama sekali nggak tau tentang
masalah Dhany tersebut, soalnya Om Handoko selalu berpergian ke luar negeri
untuk mengurus bisnis-bisnisnya, sedangkan istrinya selalu berfoya-fota belanja
dan berjalan-jalan diluar negeri. Mereka berdua hampir tidak pernah ada di
rumah. Dhany selama ini ditinggalkan sendiri dengan segala fasilitas lengkap,
Om Handoko pikir itu semua cukup untuk memenuhi kebutuhan Dhany.
Tapi akhirnya dia sadar,
selama ini dia dan istrinya tidak pernah memperhatikan Dhany. Bahkan Dhany
memakai narkoba saja dia nggak tau sama sekali. Coba saja kalau misalnya dia
selalu ada di rumah memperhatikan Dhany, maka kemungkinan hal ini tidak akan
terjadi.
“Om Handoko…” ujar Dewa lembut sambil menyentuh bahu, Om Handoko yang
saat ini sedang terduduk lemas di kursinya sambil menggeleng-gelengkan
kepalanya penuh penyesalan. Setitik air mata membasahi kelopak mata seorang
Ayah ini.
“Saya cuma minta satu hal
saja dari om.., tolong hentikan semua ini om…, tolong hentikan.., ingat om,
yang menjadi korban bukan cuma Dhany saja tapi masih banyak lagi, jadi tolong
hentikan semua ini om..tolong hentikan..paling nggak demi Dhany…demi anak om
sendiri” suara Dewa terdengar bergetar menahan perasaannya.
Putri, Febby dan Sisca sampe ikut-ikutan
terharu melihat semua itu.
Dewa menghela nafasnya, lalu berbalik
menuju ke arah Limousinenya
“Ayo kita pulang…” ujar Dewa pada
teman-temannya.
Shaden mencolek bahu Dewa
sambil berbisik “Wa…, nggak papa tuh??, dia bakalan dengerin kata-kata lo
nggak??!!, gimana kalau dianya masih tetep ngejual drugs??”
Dewa menepuk bahu Shaden sambil
tersenyum “Percaya deh…dia pasti akan berhenti menjual narkoba, paling nggak
demi Dhany..”
Lalu Limousine Dewa meninggalkan gudang itu, diiringi tatapan mata Om
Handoko yang kini kemerahan karena tangisnya tadi. Ya…., tangis penyesalan,
tangis kasih sayang seorang bapak kepada anaknya.
*****
Dua hari lemudian Dewa melihat
berita di televisi. Seorang gembong narkoba bernama Handoko menyerahkan dirinya
ke polisi untuk mempertanggung-jawabkan perbuatannya selama ini. Menurut pihak
kepolisian, sebenarnya untuk penjual narkoba dengan jumlah yang besar bisa
dijatuhi hukuman mati. Tapi karena bapaknya Dhany ini menyerahkan diri dengan
sukarela, maka kemungkinan dia cuma dijatuhi hukuman penjara seumur hidup atau
bisa juga hukuman kurungan selama enampuluh tahun.
Dewa yang melihat berita itu, tidak menyangka
Om Handoko akan menyerahkan dirinya ke polisi. Dia Cuma berharap Om Handoko
tidak menjual narkoba lagi. Sungguh tak disangka Om Handoko justru berbuat ini.
Dewa Cuma bisa menghela nafas lega…,
akhirnya satu dari sekian banyak gembong narkoba menyerahkan dirinya.
Setidaknya jumlah pasokan narkoba berkurang, walaupun tidak banyak.
Coba ya kalau semua penjual narkoba mo
insaf seperti Om Handoko, pikir Dewa sambil tersenyum.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar